Makalah Kitab Imam Tirmidzi
Oleh : Dani M Ramdani
Institut PTIQ JAKARTA
PENDAHULUAN
Al-Hadis merupakan
sumber pedoman kedua bagi umat Islam setelah kitab suci al-Qur’an. Sebagai
pedoman umat Islam, hadis perlu dikaji lebih dalam, karena keotentikannya dan
kebenarannya masih belum bisa dikatakan benar secara keseluruhannya bersumber
dari Nabi SAW secara langsung. Sehingga memerlukan suatu penelitian yang tidak
ringkas untuk mengetahui kualitas ke-shahih-an suatu hadis.
Salah satu mukharrij al-hadis yang terkenal adalah Imam al-Tirmidzi,
seorang atba’ atba’ al-tabi’in dan juga seorang ulama besar dalam
bidang hadis dan fiqih. Istilah shahih, hasan dan dha’if dalam hal klasifikasi hadis telah
dimulai sejak zamannya. Padahal sebelumnya, ulama hadis hanya
mengklasifikasikan hadis pada dua kategori saja, yaitu hadis shahih dan hadis dha’if. Pengklasifikasian hadis
oleh Imam al-Tirmidzi dengan menggunakan kategori hadis hasan telah membuka wacana baru dalam
perbincangan ulama hadis sesudahnya.
Dengan demikian, menarik
kiranya jika penyusun mengulas lebih dalam, baik itu yang berkaitan dengan Imam
al-Tirmidzi maupun kitab populernya Kitab al-Jami’ al-Shahih atau lebih dikenal dengan Sunanal-Tirmidzi.
PEMBAHASAN
HASIL KARYA IMAM AT-TIRMIDZI
- Penamaan
Kitab
Judul
lengkap kitab al-Jami’ al-Shahih adalah al-Jami’ al-Mukhtashar min al-Sunan ‘an Rasulillah
Shallallahu ‘alahi wa Sallam wa Ma’rifat al-Shahih wa al-Ma’lul wa Ma’ ‘alaihi
al-‘Amal.[1]
Meski demikian kitab ini lebih
popular dengan nama al-Jami’ al-Tirmidzi atau Sunan al-Tirmidzi.
Untuk kedua penamaan ini tampaknya tidak dipermasalahkan oleh ulama. Adapun
yang menjadi pokok perselisihan adalah ketika kata-kata shahih melekat
dengan nama kitab. Al-Hakim (w. 405 H) dan al-Khatib al-Baghdadi (w. 483 H)
tidak keberatan menyebut dengan Shahih al-Tirmidzi atau al-Jami’ al-Shahih.
Berbeda dengan Ibn Katsir (w. 774
H) yang menyatakan pemberian nama itu tidak tepat dan terlalu gegabah, sebab di
dalam kitab al-Jami’ al-Tirmidzi tidak
hanya memuat hadis shahih saja, akan tetapi memuat pula
hadis-hadis hasan, dha’if dan munkar,
meskipun al-Tirmidzi selalu menerangkan kelemahannya, ke-mu’alal-annya
dengan ke-munkar-annya.
Dalam kitabnya, al-Tirmidzi tidak
meriwayatkan hadis, kecuali hadis yang diamalkan oleh fuqaha’,
kecuali dua hadis, yaitu:
أن
النبى صلى الله عليه وسلم جمع بين الظهر والعصر بالمدينة والمغرب والعشاء من غير
خوف ولا سفر ولا مطر[2]
“Sesungguhnya
Rasulullah menjama’ Shalat Zuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’, tanpa
adanya sebab takut, dalam perjalanan, dan tidak pula karena hujan”.
إذا
شرب الخمر فاجلدوه فإن ماد فى الرابعة فاقتلوه
“Apabila seseorang minum khamar, maka deralah ia, dan jika ia
kembali minum khamar pada yang keempat kalinya maka bunuhlah ia”.
Hadis pertama, menerangkan tentang
men-jama’ shalat. Para ulama tidak sepakat untuk meninggalkan hadis
ini, dan boleh hukumnya melakukan shalat jama’ di rumah selama
tidak dijadikan kebiasaan. Demikian pendapat Ibn Sirin serta sebagian ahli
fiqih dan ahli hadis.
Hadis kedua, menerangkan bahwa
peminum khamar akan dibunuh jika mengulangi perbuatannya yang
keempat kalinya. Hadis ini menurut al-Tirmidzi dihapus oleh ijma’ ulama.
Dengan demikian dapat dipahami maksud al-Tirmidzi mencantumkan hadis tersebut,
adalah untuk menerangkan ke-mansukh-an hadis, yaitu telah di-mansukh dengan
hadis riwayat al-Zuhri dari Qabisah bin Zawaib dari Nabi, yang menerangkan
bahwa peminum khamar tersebut dibawa kepada Rasul. Kemudia
Rasul SAW. Memukulnya dan bukan membunuhnya.
2. Metode Kitab Sunan At-Tirmidzi
Imam
Al-Tirmidzi adalah sorang penulis yang terkenal Diantara karya-karya Imam
Al-Tirmidzi adalah :
Karyanya
yang terkenal dengan Sunan Imam Al-Tirmidzi yang menghimpun 3.956 buah
hadits. [3] Di dalam
kitab Sunan atau Al Jami’ At-Tirmidsi, ia mengklasifikasikan kualitas hadits
menjadi shahiah, hasan, dan da’if. Buku inilah yang menjadi sumber utama hadits
hasan.[4]
Kitab hadits
ini dikatakan kitab Sunan adalah karena Kitab Hadis yang disusun mengikuti
tertib fiqh yang bermula dengan bab Taharah, sembahyang dan seterusnya.
Walaubagaimanapun di dalam kitab sunan sendiri tidak hanya memuat tentang
hukum-hukum normative, tetapi ada juga perkara-perkara lain yang dibincangkan. Seperti
contoh kitab Sunan lainnya ialah: Sunan al-Nasai’e, Sunan Ibn Majah, Sunan Abi
Dawud, Sunan al-Daruqutni, Sunan Abi Ali bin al-Sakan dan lain-lain.
Kitab ini
mempunyai ciri khas yaitu adanya pembahasan tentang rijal hadits dan isnad,
adanya penyampaian pendapat imam mazhab dan diantaranya dilengkapi dengan
penjelasannya, Imam Al-Tirmidzi juga menjelaskan perselisihan pendapat mazhab
kemuadian mencoba memilihnya dengan menggunakan dasar hadits yang dikuasainya.
2. Al-‘Illat
3. Asy
Syama’il Wa Al Kuna
4. At-Tarikh
5. Az-Zuhud
3. Contoh Hadits
Contoh hadits
yang diriwayat oleh Imam Al-Tirmidzi adalah :
وخلفه في بعض مغا زيه فقا له علي يا ر سول الله
تخلفني مع النساء والصبيا فقا ل رسو ل الله صلي الله عليه وسلم : ا ما تر ضي
ان تكون مني بمنز لة هارون من موس الا انه لا نبوة بعد ى.
Artinya : “Dan
meninggalkan Nabi Muhammad Saw. Akan ia(Saidina ‘Ali Kw) di salah satu
perperangan, maka berkata ‘Ali kepada Nabi : kenapakah tuan tinggalkan saya di kampong
bersama wanita dan anak-anak ?
Nabi menjawab
: Hai ‘Ali, apakah engkau tidak suka bahwa engkau sama dengan Nabi Harun
di banding Nabi Musa ? tetapi awas! Nabi dan kenabian tidak ada lagi sesudah
aku.”
(Sahih
Tirmidzi, jilid XIII, halaman 171)
Keterangan :
Hadits ini mengisahkan ketika nabi hendak pergi ke perperangan
Tabuk pada tahun 9 hijriyah, yang mana ketika itu beliau meninggalkan Sayidina
‘Ali di madinah untuk menjaga ahli family Nabi.
Saidina ‘Ali
Kw. Agak marah karena tidak pantas seorang pahlawan yang gagah berani seperti
Ia di tinggalkan hanya untuk menjaga wanita dan anak-anak, yang dapat di
kerjakan oleh orang-orang lemah dan tidak kuat.
Nabi
mengatakan kepada Saidina ‘Ali,sebagai pembujuknya, bahwa derajatnya sama
dengan Nabi Harun disbanding Nabi Musa, karena Nabi Harun di tinggalkan oleh
Nabi Musa di kampong ketika beliau pergi munajat ke bukit Thursina.
Tetapi
menegaskan kesamaannya dengan nabi Harun bukanlah dalam kenabian, karena Nabi
dan kenabian tidak ada lagi sesudah Nabi Muhammad Saw.
Dari hadits
ini dapat dapat dipetik hukum-hukum yaitu :
1. Nabi
tidak ada lagi sesudah Nabi Muhammad Saw.
2. Nabi
dan kenabian tidak lagi.
3. Faham
yang mengatakan bahwa Mirza Gulam Ahmad di Anggap Nabi, adalah salah dan sesat,
menentang hadits ini.
4. Faham
dari sebagian kaum Syi’ah yang mengatakan bahwa Saidina ‘Ali sebagai Imam
mereka masih menerima wahyu dari tuhan adalah faham yang salah pula.[5]
4. Kualitas Hadisnya
Karena kitab al-Tirmidzi banyak
memuat hadis hasan, maka membuat kitab tersebut populer dengan
kitab hadis hasan itu. Namun para ulama berbeda pendapat
mengenai hadis hasan itu, termasuk guru-guru maupun
murid-murid al-Tirmidzi, karena al-Tirmidzi tidak memberi definisi yang pasti,
terlebih al-Tirmidzi menggabungkan dengan istilah yang beraneka ragam,
seperti: hadis hasan shahih, hasan gharib,
dan hasan shahih gharib.
Namun, satu hal yang tetap perlu
dicatat, adalah kerja besar al-Tirmidzi dalam mengukir sejarah tentang
pembagian hadis menjadi hadis shahih, hasan, dan dha’if,
yang sebelumnya adalah hadis shahih dandha’if. Imam
al-Nawawi dalam kitab Taqrib yang disyaratkan oleh al-Suyuti
mengatakan: “Kitab al-Tirmidzi adalah asal untuk
mengetahui hadis hasan, ialah yang memasyhurkannya, meskipun
sebagian ulama dan generasi sebelumnya telah membicarakannya secara terpisah”.
Senada dengan Imam al-Nawawi, Imam
Taqiyuddin Ibn Taimiyyah juga menjelaskan: “Abu Isa al-Tirmidzi dikenal sebagai
orang pertama yang membagi hadis menjadi shahih, hasan dan dha’if,
yang tidak diketahui oleh seorang pun tentang pembagian itu sebelumnya. Abu Isa
telah menjelaskan yang dimaksud dengan hadis hasan itu ialah
hadis yang banyak jalannya, perawinya tidak dicurigai berdusta, dan tidak syaz“.
Dilihat
dari segi kuantitatif dan kualitatif nilai hadis dari kitab al-Jami’ al-Shahih yang
berjumlah 3956 buah hadis itu sebagai berikut:[6]
|
158
buah
|
|
1.454
buah
|
|
8
buah
|
|
254
buah
|
|
705
buah
|
|
571
buah
|
|
412
buah
|
|
73
buah
|
|
344Ah
|
4. Sistematika Kitab Al-Jami’ al-Shahih
Kitab al-Jami’ al-Shahih ini
disusun berdasarkan urutan bab fiqih, dari
bab thaharah seterusnya sampai dengan
bab akhlaq, do’a, tafsir, fadha’il dan lain-lain.
Dengan kata lain al-Tirmidzi dalam menulis hadis dengan mengklasifikasi
sistematikanya dengan model juz, kitab, bab dan sub bab. Kitab ini
ditahqiq dan dita’liq oleh tiga ulama kenamaan pada generasi sekarang
(modern), yakni Ahmad Muhammad Syakir (sebagai Qadhi Syar’i), Muhammad Fu’ad
Abdul Baqi’ (sebagai penulis dan pengarang terkenal), dan Ibrahim ‘Adwah ‘Aud
(sebagai dosen pada Universitas al-Azhar Kairo Mesir).
Secara
rinci sistematika kitab al-Jami’ al-Shahih akan dijelaskan
sebagai berikut:
- Juz I
terdiri dari 2 kitab, tentang Thaharah dan Shalat yang
meliputi 184 bab 237 hadis.
- Juz II
terdiri dari
kitab Witir, Jumu’ah, Idayn dan Safar, meliputi
260 bab dan 355 hadis.
- Juz III
terdiri dari
kitab Zakat, Shiyam, Haji, Janazah, Nikah, Rada’, Thalaq dan Li’an, Buyu’ dan al-Ahkam,
meliputi 516 bab dan 781 hadis.
- Juz IV
terdiri dari kitab Diyat, Hudud, Sa’id, Dzaba’ih, Ahkam dan Sa’id, Dahi, Siyar, Fadhilah Jihad, Libas, Ath’imah, Asyribah, Birr wa Shilah, al-Thibb, Fara’id, Washaya, Wali dan Hibbah, Fitan,al-Ra’yu, Syahadah, Zuhud, Qiyamah, Raqa’iq dan Wara’, Jannah dan Jahannam,
meliputi 734 bab dan 997 hadis.
- Juz V terdiri dari 10 pembahasan,
tentang Iman, ‘Ilm, Isti’dzan, Adab, al-Nisa’, Fadha’il al-Qur’an, Qira’ah, Tafsir al-Qur’an, Da’awat, Manaqib,
yang meliputi 474 bab dan 773 hadis, di tambah tentang pembahasan ‘Ilal.[7]
5.
Kitab
syarah Sunan Tirmidzi
a) Aridatul Ahwadzi fi syarah
sunan At tirmidzi karya Al Imam hafidz Abu Bakar Muhammad bin Abdillah Al
Syabili/ imam Ibnul Al Arabi Al maliki
b) Qutul maghtazi Al Jami At
Tirmidzi karya Imam Al Hafidz Jalaludin As Suyuti
c) Tuhfatul Ahmadzi Sunan At
Tirmidzi karya Syaikh Abu Al Ula muhammad Abdur rahman Bin Abdurrahim Al
Mubarak Furi.
6. Ciri
khas yang tidak ada di kitab lain
1) Pencantuman riwayat dari
sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam hadis pokok, baik yang isinya
semakna ataupun berbeda bahkan yang bertentangan ssama selaki baik yang secara
langsung maupun tidak langsung.
2) Tirmidzi banyak mencatat
perbedaan pendapat dikalangan Fukaha tentang istinbat hadis pokok dan
menyebutkanbeberapa hadis yang berbeda dalam hal itu serta memberikan
penilaiannya.
3) Nilai hadis yang dimuat
disebutkan dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab
sunan Tirmidzi dinilai positif karena dapat digunakan untuk penerapan praktis
kaidah ilmu hadis, khususnya Ta’lil hadis
4) Menggunakan istilah khusus
yang selama inijadi perbincangan ulama hadis. Diantaranya yang paling populer
adalah istilah hasan sahih yangh mengundang kontrofersi antar ulama.
8. Alasan
dimasukkan dalam jajaran Al kutub Al tis’ah
Kitab sunan Tirmidzi menjadi sangat penting bagi studi
hadis karena dalam kitab tersebut Tirmidzi benar-benarmamperhatikan
ta’lil(penentuan nilai) hadis dengan menyabutkan secara eksplisit hadis yang
sahih. Kitab hadis ini menduduki nperingkat ke-4 diantara al-kutub As-sittah,
menurut pengarang Kasyf az Zunun(menyingkap keraguan), Hajji kalfah(w.1657).
kedudukan sunan At-Tirmidziberada pada tingkat ketiga dalam hierarki al-kutub
As-sittah. Bahkan Abu Ismailal-Anshari sorang ahli hadis memandang kitab
Tirmidzi lebih bermanfaat daripada kitab Bukhari dan Muslim dari segi
penggunaannya. Kitab Bukhari dan Muslim hanya dapat dipahami seorang ahli,
tetapi sunan at-Tirmidzi dapat dipahami siapapun.
Imam Tarmidzi mempunyai pedoman pokok dalam menyaring
hadis untuk bahan kitabnya yaitu apakah hadis itu dipakai fuqaha(ahli fiqh)
sebagai hujjah ,atau tidak. Oleh karena itu dalam kitabnya ini terhimpun hadis
yang ma’mul(praktis).
PENUTUP
Dari uraian
di atas dapat diambil simpulan: Pertama,
al-Tirmidzi adalah seorang pakar hadis yang konsisten dengan keilmuannya,
sehingga mayoritas ulama menilai positif kepakaran al-Tirmidzi dalam bidang
hadis, kecuali Ibn Hazm. Meski demikian, pandangan Ibn
Hazm tidak mengurangi kapasitas intelektual dan kredibilitas al-Tirmidzi selaku
ahli hadis. Kedua, kitab al-Jami’ al-Shahih atauSunan al-Tirmidzi ditulis al-Tirmidzi pada abad ke-3 H,
yakni periode “penyempurnaan dan pemilahan”. Kitab al-Tirmidzi ini memuat seluruh hadis kecuali hadis
yang sangat dha’if danmunkar.
Satu spesifikasi kitab al-Tirmidzi ini adalah adanya penjelasan tentang
kualitas dan keadaan hadisnya. Ketiga,
melalui kitab al-Jami’ al-Shahih ini pula al-Tirmidzi memperkenalkan
istilah hadis hasan, yang
sebelumnya hanya dikenal istilah hadis shahihdan
hadis dha’if. Kriteria ini
dengan konsisten diaplikasikan al-Tirmidzi dalam kitabnya tersebut. Keempat, banyak dari para
kritikus hadis yang menyambut positif dengan kehadiran kitab al-Jami’ al-Shahih dan juga ada yang mengkritiknya juga. Kelima, kitab al-Jami’ al-Shahih menjadi salah satu dari Kutub al-Sittah.
DAFTAR PUSTAKA
Suryadi, Kitab Sunan al-Tirmidzi dalam “Studi Kitab Hadis”. Yogyakarta:
Teras, 2003.
Sutarmadi, Ahmad, al-Imam al-Tirmidzi: Peranannya dalamPengembangan Hadits dan Fiqih. Jakarta: Logos, 1998.
Saifuddin, Arus
Tradisi Tadwin Hadis dan Historiografi Islam: Kajian Lintas Aliran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Al-Tirmidzi, al-Jami’
al-Shahih, juz V.
al-Maliki, Muhammad Alawi, Ilmu
Ushul Hadis, terj. Adnan Qohar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Khon, Abdul Majid, Ulumul
Hadis. Jakarta: Amzah, 2010.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhamad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
Amir, Fachrur Razi, Peringkat
Kitab-kitab Hadis: Analisis Kualitatifdalam “Ulumul Hadis”. Yogyakarta:
Teras, 2010.
[1]
Saifuddin, Arus Tradisi Tadwin Hadis dan
Historiografi Islam: Kajian Lintas Aliran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), hlm. 160.
[2]
Al-Tirmidzi, al-Jami’…, Juz V, hal. 392.
[3] M. Natsir
Arsyad, Seputar Al Quran Hadits Dan Ilmu, Bandung, Al Bayan,1995
Hal 82
[4] Dr. H Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul
Hadits, Jakarta, amzah, 2008 hal 263
[5]
K.H. Siradjuddin ‘Abbas, 40
masalah agama jilid II, (pustaka
Tarbiyah : Jakarta, 2006). Hal
77
[6]. Ahmad Sutarmadi, al-Imam al-Tirmidzi, hlm. 164.
[7]
Ahmad
Sutarmadi, al-Imam al-Tirmidzi…, hlm. 160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar