01 April, 2015


CONTOH CARA MENTAKHRIJ HADITS

TAKHRIJ HADIS TENTANG ISLAM AGAMA YANG ASING


KRITIK SANAD HADIS I

حدثنا أبو كريب أخبرنا حفص بن غياث عن الأعمش عن أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبدالله: قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود كما بدأ فطوبى للغرباء

  1. Hasil Penelusuran (Takhrij) dalam al-Kutub al-Sittah
Berdasarkan hasil penelusuran dengan melalui cara pertama, yaitu metode mu’jam, hadis tersebut terdapat pada 3 tempat yang tersebar di berbagai kitab Hadis. Lima di antaranya adalah:
1.      Sunan al-Tirmidzi,[1] melalui riwayat Ibnu Mas’ud ra. (Hadis yang sedang diteliti):
حدثنا أبو كريب أخبرنا حفص بن غياث عن الأعمش عن أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبد الله : قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود كما بدأ فطوبى للغرباء

2.      Shahih Muslim[2]
حدثني محمد بن رافع والفضل بن سهل الأعرج قالا حدثنا شبابة بن سوار حدثنا عاصم وهو ابن محمد العمري عن أبيه عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ وهو يأرز بين المسجدين كما تأرز الحية في جحرها
3.      Sunan Ibnu Majah[3]
حدثنا عبد الرحمن بن إبراهيم ويعقوب بن حميد بن كاسب سويد بن سعيد قالوا حدثنا مروان بن معاوية الفزاري. حدثنا يزيد بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبيا . فطوبى للغرباء
Berdasarkan redaksi matan yang telah


  1. Skema Sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas dapat dibuat skema sanad sebagaimana berikut:




Skema Sanad Hadis I dalam al-Kutub al-Sittah

Rasulullah Saw
Anas b. Malik
Abu Hurairah
Sinan b. Sa’d
Abu Hazim
Yazid b. Kaysan
Marwan al-Fazari
Muhammad b. Abbad
Ibnu Abu Umar
Muslim b. Hajjaj
Yazid b. Abu Yazid
Ibnu Lahi’ah
‘Amr b. al-Haris
Abdullah b. Wahb
Harmalah b. Yahya
Ibnu Majah
Ibnu mas’ud
Abul Ahwas
Abu Ishaq
Al-A’masy
Hafs b. Ghiyats
Abu Kuraib
Al-Tirmidzi
 



  1. Penelitian (Kritik) Sanad Hadis
Dari kelima hadis tersebut di atas, yang kami teliti sanadnya adalah hadis riwayat al-Imam al-Tirmidzi, dengan komposisi sanad; Ibnu Mas’ud (Sahabat), Abul Ahwash, Abu Ishaq, al-A’masy, Hafs bin Ghiyash, dan Abu Kurayb.

a. Data Biografi Para Rawi
1.       Abdullah bin Mas’ud
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah sahabat Nabi yang lahir pada dan wafat pada 32 H di Madinah al-Munawwarah, pada masa kekhalifahan Ali b. Abi Thalib. Beliau dikenal sebagai pakar Tafsir dan Qiraat di kalangan sahabat Nabi.
Sebagaimana laiknya sahabat Nabi yang lain, beliau juga aktif mengikuti pengajian yang diasuh langsung oleh Rasulullah saw. Di samping itu, beliau juga banyak meriwayatkan hadis dari sahabat lain seperti Umar bin al-Khatthab, Sa’d bin Mu’adz al-Anshari, dan Shafwan bin ‘Assal al-Muradi.
Sepeninggal Rasulullah saw beliau tidak hanya tinggal diam. Beliau meimiliki tanggung jawab menyebarkan Islam dan mengajarkan ilmu dan meriwayatkan hadis-hadis yang didengar dari Rasulullah. Karenanya, banyak sekali Sahabat dan tabi’in yang belajar kepada beliau. Dari kalangan sahabat, di antaranya adalah Abdullah bin al-Zubayr, Ibnu Umar, Abdullah bin fairuz al-Daylami, dll. Sedangkan dari tingkatan tab’in di antaranya adalah Imran bin Hushain, Abu al-Ahwash Auf bin Malik, dll. Mengingat posisinya sebagai sahabat, para ulama sepakat bahwa sahabat tidak perlu dikritik dan apalagi diragukan kredibilitasnya. Al-Shahâbah kulluhum ‘udûl. Seluruh sahabat adalah adil.

2.      Abul Ahwash
Nama Lengkapnya adalah ‘Auf bin Malik bin Nadhalah al-Asyja’iy al-Jusyami yang populer dengan nama kunyah-nya, yaitu Abul Ahwash al-Kufi. Dia termasuk keturunan Jusyam bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin. Dia hidup pada generasi tabi’in, murid para sahabat Nabi. Dia wafat pada 127 H, pada masa pemerintahan al-Hajjaj. Dia juga pernah mengikuti perang bersama Ali bin Abu Thalib melawan kelompok Khawarij di Nahrawan.[4]
Di antara guru-guru Abul Ahwash adalah Abdullah bin Mas’ud, Urwah bin Mughirah bin Syu’bah, Ali bin Abi Thalib, Malik bin Nadhlah al-Jusyami (bapaknya), Masruq bin al-Ajda’, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, dll.
Sedangkan murid-muridnya, di antaranya adalah Ibrahim bin Muhajir, Asy’ats bin Abu al-Sya’tsa’, al-Hasan al-Bashri, Abu Ishaq al-Suba’i, al-Hakam bin ‘Utbah, dll.
Pendapat para ulama mengenai Abul Ahwash
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Al-Nasai
-
Tsiqah

2
Ibnu Hajar
-
Tsiqah

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
watssaqûhu

6
Ibnu Ma’in
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

3.      Abu Ishaq
Nama Lengkapnya adalah ‘Amr bin Abdullah bin Ubayd al-Hamadani Abu Ishaq al-Sabi’iy al-Kufi[5]. Dia lahir dua tahun menjelang berakhirnya khilafah Utsman bin Affan ra., dan wafat pada 129 H. -selisih dua tahun dengan gurunya- di Kufah dalam usia 96 tahun.[6]
Di antara Guru-guru beliau adalah: Abu Burdah bin AbuMusa al-Asy’ari, Abul Ahwash al-Jusyami, Anas bin Malik, al-Barâ’ bin Azib, Jabir bin Samurah, al-Asy’ats bin Qays al-Kindi, dll.
Sedangkan murid-murid beliau adalah di antaranya: Sufyan bin ‘Uyainah, Sulaiman al-A’masy, Abu Sinan Said bin Sinan al-Syaibani, Sufyan al-Tsauri, Sulaiman al-Taymiy, dll.[7]
Komentar para ulama Rijal al-Hadis mengenai kepribadiannya:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-


2
Ibnu Hajar
mudallis
tingkat 3[8]
Tsiqah, muktsirun, Abid
Yakhtalith
(pikun)
3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
Ahad al-A’lam, wahuwa ka al-Zuhri fi al-katsrah

6
Ibnu Ma’in
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

4.      al-A’masy
Nama Lengkapnya adalah Sulaiman bin Mihran al-Asadi al-Khalili, Abu Muhammad al-kufi al-A’masy. Dia lahir pada 61 H dan wafat pada 147 H (18 tahun setelah gurunya). Menurut Abu Nu’aim, al-A’masy wafat pada Rabiul Awal di usianya yang ke 88 tahun.[9] Sebenarnya, al-A’masy berkebangsaan Tabaristan, namun kemudian diajak ayahnya berhijrah ke Kufah.
Al-A’masy mendapatkan Hadis dari beberapa guru, yang di antaranya adalah Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’iy, ‘Amr bin Marroh. Ibrahim al-Taymi, Ibrahim al-nakha’i, Ismail bin Abi Khalid, ‘Amarah bin ‘Umair, dll.
Sedangkan murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah di antaranya, Hafsh bin Ghiyats, Ja’far bin ‘Aun, Abu Muawiyah al-Dlarir, al-Hakam bin ‘Utaibah, al-Hasan bin ‘Ayyasy, dll.[10]
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Tsiqah, tsabat

2
Ibnu Hajar
mudallis tingkat 2[11]
Tsiqah, hafidz, ârif bil Qirâ-ât, lakin yudallis

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi

Al-Hâfidz, Ahad al-A’lâm

6
Ibnu Ma’in

Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

5.      Hafsh bin Ghiyash
Nama lengkapnya adalah Hafsh bin Ghiyyats bin Thalq bin Mu’awiyah bin Malik bin al-Harits al-Nakho’I, Abu ‘Umar al-Kufi. Dia lahir pada 117 H dan wafat pada 194 H ketika menjadi ‘Amir di Kufah.[12]
Di antara gurunya yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya adalah Hisyam bin Urwah, Sulaiman al-A’masy, Sulaiman al-Taymi, Sufyan al-Tsauri, Hajjaj bin Arthah, Ismail bin Sumai’, dll.
Sedangkan di antara murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah Abu Kuraib dan anaknya sendiri, yakni ‘Amr bin Hafsh bin Ghiyats, Ibrahim bin Mahdi, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Badil al-Yami, dll.[13]
Pendapat para ulama mengenai kepribadiannya:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-


2
Ibnu Hajar
mudallis tgkt 1[14]
Tsiqah, faqih
Taghayyara hifdzuhu qalilan fi al-Akhir
3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah, faqih

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi

Tsabat idza haddatsa min kitabihi

Kesimpulan
Tsiqah

6.      Abu Kurayb
Nama aslinya adalah Muhammad bin al-‘Alâ’ bin Kuraib al-Hamdani al-Kufi. Menurut al-Bukhari, Abu Kuraib lahir pada 160 H, dan wafat pada Jumadil Ahir 248 H.[15]
Abu Kuraib banyek belajar dari guru-guru yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya, seperti Hafsh bin Ghiyats, Hafsh bin Bughail, Abu Bakr bin ‘Ayyasy, Abu Khalid al-Ahmar, Abu Muawiyah al-Dlarir, dll.
Di samping itu, dia juga aktif meriwayatkan hadis kepada murid-muridnya seperti al-Jamaah (termasuk di antaranya adalah al-Tirmidzi), Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Ibrahim bin Ma’qil, dll.
Berikut adalah komentar para ulama Rijal:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Lâ ba’sa bihi
Tsiqah
2
Ibnu Hajar

Tsiqah, hafidz

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
Al-Hafidz






Kesimpulan
Tsiqah

b. Analisis Ketersambungan Sanad Hadis (ittishâl al-Sanad)
Ada tiga cara dalam menentukan ketersambungan sanad hadis, yaitu dengan meneliti:
1.       redaksi periwayatan (shîghat al-tahammul wa al-âdâ’)
Jika kita lihat sanad hadis yang kita teliti ini, ada dua kategori redaksi periwayatan hadis yang dipakai yaitu; shighat al-tahdîts dan shîghat ‘an’anah. Kategori pertama menunjukkan bahwa rawi yang memakai redaksi ini, dapat dipastikan bahwa sanadnya bersambung ke gurunya, bahkan harus bertemu dan bertatap muka langsung dengannya. Sedangkan bentuk redaksi kategori ke-2 (‘an’anah) masih rawan dengan terjadinya tadlîs, meskipun tidak selalu demikian.
Dari sanad hadis terseut di atas, dapat kita jumpai bahwa hanya mukharrij (al-Tirmidzi) gurunya (Abu Kuraib) saja yang menggunakan bentuk pertama (haddatsana). Sedangkan empat rawi lainnya menggunakan shighat 'an'anah.

2.      tahun wafat rawi, berikut tahun lahirnya –jika ada-;
Berdasarkan data biografi rawi di atas, dapat kita simpulkan bahwa antara Ibnu Mas'ud dengan Abul Ahwash terpaut 95 tahun. Hal ini berarti jika Abul Ahwash berusia seratus tahun, maka pada saat menerima hadis dari Ibnu Mas'ud, ia masih kanak-kanak, yaitu pada usia lima tahun. Namun, sejauh ini belum ditemukan informasi usia Abul Ahwash.
Sedangkan Abul Ishaq dengan gurunya terpaut dua tahun. Bahkan bisa jadi ini adalah riwayat al-Aqrân. Kemudian antara Abu Ishaq dengan muridnya, al-A'masy terpaut 18 tahun. Selanjutnya, selisih antara al-A'masy dengan Hafsh adalah 47 tahun. Dan terakhir adalah selisih tahun wafat Hafs dengan Abu Kuraib yaitu 54 tahun.

3.      keterangan para ulama Rijal mengenai terjadinya guru-murid
Meskipun ada satu rawi yang memungkinkan adanya tadlis dalam sanad, berdasarkan keterangan para ulama Rijal, seluruh rawi dalam sanad ini adalah bersambung dengan dasar terjadi hubungan guru-murid. Dengan demikian ketika berguru kepada Ibnu Mas’ud, Abul Ahwash berusia sekitar lima tahun. Jika tidak, maka usia Abul Ahwash harus lebih dari 100 tahun.

c. Analisis Kualitas Rawi Hadis
Setelah mengakji ketersambungan sanad, berikutnya adalah analisis data kualitas rawi.
Berdasarkan sumber data yang kami dapatkan, tak satupun rawi yang dinilai dla’if (lemah) oleh ulama Rijal (kritikus). Hanya saja ada beberapa rawi yang dianggap pernah melakukan tadlis. Namun sebagaimana pendapat jumhur ulama, bahwa tadlis bukanlah termasuk aib. Namun meski demikian, kebiasaan men-tadlis sangat berpengaruh terhadap validitas hadis.
Setelah di teliti, hadis tersebebut tidak terbukti adanya tadlis di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan tahun wafat dan keterangan para ulama mengenai terjadinya hubungan guru-murid secara langsung antar rawi dalam sanad. Sehingga sanad hadis ini muttashil.
Berdasarkan data kualitas rawi sanad hadis ini di atas, tak satupun rawi yang memiliki kepribadian dan kredibilitasnya kontroversial di kalangan ulama. Seluruh kritikus menyatakan seluruh rawi dalam sanad ini adalah baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat ke dua dalam kesahihan hadis juga terpenuhi.

c. Analisis Syudzûdz dan ‘Illat Dalam sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas, Hadis ini memiliki banyak tawabi’. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sanad hadis tersebut tidak terdapat syudzûdz.
Mengenai ‘illat dalam sanad, meski ditemukan kemungkinan terjadinya tadlis dan irsâl khafiy, namun sampai sejauh ini tidak ditemukan bukti-bukti yang mendkung terjadinya tadlis dan irsal tersebut.
Dengan demikian, insyâ Allah sanad hadis ini bebas dari syadz dan ‘illat.

  1. HUKUM SANAD HADIS
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini adalah Hasan karena seluruh kriteria kesahihan sanad telah terpenuhi. Hanya saja ada beberapa rawi yang mengalami degradasi intelektual saat tua. Namun jika hadis ini diriwayatkan saat rawi-rawi tersebut masih normal, belum mengalami pikun, maka sanad hadis ini bisa naik menjadi sahih. Wallahu A’lam.



Tabel kesimpulan penelusuran ittishal al-sanad:
No
Nama Rawi
Th.
Lahir
Th.
Wafat
Redaksi
Âdâ'
Guru-
murid
Keterangan
(Lain-lain)
Kesimpulan
1
Ibnu Mas'ud
-
  32 H
(samâ'an)
V
Tidak ada Irsâl
muttashil
2
Abul Ahwash
-
127 H
('an'anah)
V
Tidak ada tadlîs
muttashil
3
Abu Ishaq
  33 H
129 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 3
muttashil
4
al-A’masy
  61 H
147 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 2
muttashil
5
Hafsh
117 H
194 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 1
muttashil
6
Abu Kuraib
160 H
248 H
Hadatsanâ
V
Tidak ada tadlîs
muttashil

Table Kesimpulan Kualitas Rawi
No.
Kritikus
Nama Rawi
Al-Nasai
Abu Hatim
Al-Dzahabi
Ibnu Hibban
Al-Asqalani
Nilai Akhir
1
Ibnu Mas’ud
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
2
Abul Ahwash
Tsiqah
Tsiqah
Watssaqahu
Tsiqah
Tsiqah
Tsiqah
3
Abu Ishaq
Tsiqah
Tsiqah
Ahad al-A'lam
tsiqah
Tsiqah, pikun
Tsiqah
4
Al-A’masy
Tsiqah
Tsiqah
Ahad al-A'lam
Tsiqah
Tsiqah,Hafidz
Tsiqah
5
Hafsh bin Ghiyats
Tsiqah
Tsiqah
Tsabat
Tsiqah, faqîh, taghayyara
Tsiqah
Tsiqah
6
Abu Kurayb
La Ba'sa bih
Tsiqah
Al-Hafidz
Tsiqah
Tsiqah, hafidz
Tsiqah

Dari gambaran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadis tersebut adalah Hasan, karena ada rawi yang tidak tâm al-dlabth



[1] Abu Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), juz V, h. 81
[2] Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), juz I, h. 131
[3] Ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibn Mâjah, (Beirut: Dar al-Fikr, 2004), juz II, h. 319
[4]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, (Beirut: Darul Fikr, 1994), vol. 14, h. 451; Lihat juga: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Darul Fikr, 1995), cet. II, vol. 6, h. 281.
[5]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl…, vol. 14, h. 265.
[6]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 14, h. 270.
[7]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. vol. 14, h. 268. lihat juga: al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 6, h. 173.
[8]  Mudallis tingkat 3 (tiga), yaitu golongan Mudallis yang seringkali melakukan tadlîs. Karenanya, para muhaddis tidak berhujjah dengan hadis yang mereka riwayatkan kecuali jika menggunakan sighat samâ’ atau tahdîts dalam menyampaikan riwayat, seperti haddatsana, Akhbarana, Sami’tu, dsb. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336. Ibnu Ma’in menyebutkan bahwa ia menjadi mudallis setelah berusia lanjut dan terkena pikun. Lihat: Ibnu Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 8, h. 65
[9]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 8, h. 106.
[10]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 8, h. 109
[11]  Mudallis tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah para imam dalam bidang Hadis yang tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis. Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13 dan 254. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336.
[12]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 5, h. 60-62.
[13]  Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 2, h. 378.
[14]  Mudallis tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah para imam dalam bidang Hadis yang tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis. Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336.
[15]  Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 7, h. 363.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar