CONTOH CARA MENTAKHRIJ HADITS
TAKHRIJ HADIS TENTANG ISLAM AGAMA YANG
ASING
KRITIK SANAD HADIS I
حدثنا أبو كريب أخبرنا حفص بن غياث عن الأعمش عن
أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبدالله: قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن
الإسلام بدأ غريبا وسيعود كما بدأ فطوبى للغرباء
- Hasil Penelusuran (Takhrij) dalam al-Kutub al-Sittah
Berdasarkan hasil penelusuran dengan
melalui cara pertama, yaitu metode mu’jam,
hadis tersebut terdapat pada 3 tempat yang tersebar di berbagai kitab
Hadis. Lima di
antaranya adalah:
1. Sunan al-Tirmidzi,[1]
melalui riwayat Ibnu Mas’ud ra. (Hadis yang sedang diteliti):
حدثنا أبو كريب
أخبرنا حفص بن غياث عن الأعمش عن أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبد الله : قال قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود كما بدأ فطوبى للغرباء
2. Shahih Muslim[2]
حدثني محمد بن
رافع والفضل بن سهل الأعرج قالا حدثنا شبابة بن سوار حدثنا عاصم وهو ابن محمد
العمري عن أبيه عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن الإسلام بدأ
غريبا وسيعود غريبا كما بدأ وهو يأرز بين المسجدين كما تأرز الحية في جحرها
3. Sunan Ibnu Majah[3]
حدثنا عبد الرحمن
بن إبراهيم ويعقوب بن حميد بن كاسب سويد بن سعيد قالوا حدثنا مروان بن معاوية
الفزاري. حدثنا يزيد بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبيا . فطوبى للغرباء
Berdasarkan
redaksi matan yang telah
- Skema Sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas
dapat dibuat skema sanad sebagaimana berikut:
Skema Sanad Hadis I dalam al-Kutub al-Sittah
Rasulullah Saw
|
Anas b. Malik
|
Abu Hurairah
|
Sinan b. Sa’d
|
Abu Hazim
|
Yazid b. Kaysan
|
Marwan
al-Fazari
|
Muhammad b.
Abbad
|
Ibnu Abu Umar
|
Muslim b.
Hajjaj
|
Yazid b. Abu
Yazid
|
Ibnu Lahi’ah
|
‘Amr b.
al-Haris
|
Abdullah b.
Wahb
|
Harmalah b.
Yahya
|
Ibnu Majah
|
Ibnu mas’ud
|
Abul Ahwas
|
Abu Ishaq
|
Al-A’masy
|
Hafs b. Ghiyats
|
Abu Kuraib
|
Al-Tirmidzi
|
- Penelitian (Kritik) Sanad Hadis
Dari kelima hadis tersebut di atas, yang
kami teliti sanadnya adalah hadis riwayat al-Imam al-Tirmidzi, dengan komposisi
sanad; Ibnu Mas’ud (Sahabat), Abul Ahwash, Abu Ishaq, al-A’masy, Hafs bin
Ghiyash, dan Abu Kurayb.
a.
Data Biografi Para Rawi
1.
Abdullah bin Mas’ud
Nama lengkapnya adalah
Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah sahabat Nabi yang lahir pada dan wafat pada
32 H di Madinah al-Munawwarah,
pada masa kekhalifahan Ali b. Abi Thalib. Beliau dikenal sebagai pakar Tafsir
dan Qiraat di kalangan sahabat Nabi.
Sebagaimana laiknya
sahabat Nabi yang lain, beliau juga aktif mengikuti pengajian yang diasuh
langsung oleh Rasulullah saw. Di samping itu, beliau juga banyak meriwayatkan hadis
dari sahabat lain seperti Umar bin al-Khatthab, Sa’d bin Mu’adz al-Anshari, dan
Shafwan bin ‘Assal al-Muradi.
Sepeninggal Rasulullah saw
beliau tidak hanya tinggal diam. Beliau meimiliki tanggung jawab menyebarkan
Islam dan mengajarkan ilmu dan meriwayatkan hadis-hadis yang didengar dari
Rasulullah. Karenanya, banyak sekali Sahabat dan tabi’in yang belajar kepada
beliau. Dari kalangan sahabat, di antaranya adalah Abdullah bin al-Zubayr, Ibnu
Umar, Abdullah bin fairuz al-Daylami, dll. Sedangkan dari tingkatan tab’in di
antaranya adalah Imran bin Hushain, Abu al-Ahwash Auf bin Malik, dll. Mengingat
posisinya sebagai sahabat, para ulama sepakat bahwa sahabat tidak perlu
dikritik dan apalagi diragukan kredibilitasnya. Al-Shahâbah kulluhum ‘udûl. Seluruh sahabat adalah adil.
2.
Abul Ahwash
Nama Lengkapnya adalah
‘Auf bin Malik bin Nadhalah
al-Asyja’iy al-Jusyami yang populer
dengan nama kunyah-nya, yaitu Abul Ahwash
al-Kufi. Dia termasuk
keturunan Jusyam
bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin. Dia hidup pada generasi tabi’in, murid para sahabat Nabi. Dia
wafat pada 127 H, pada masa pemerintahan al-Hajjaj. Dia juga pernah
mengikuti perang bersama Ali bin Abu Thalib melawan kelompok Khawarij di
Nahrawan.[4]
Di antara guru-guru Abul Ahwash adalah Abdullah bin Mas’ud, Urwah
bin Mughirah bin Syu’bah, Ali bin Abi Thalib, Malik bin Nadhlah al-Jusyami (bapaknya),
Masruq bin al-Ajda’, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, dll.
Sedangkan murid-muridnya, di antaranya adalah Ibrahim bin Muhajir, Asy’ats
bin Abu al-Sya’tsa’, al-Hasan al-Bashri, Abu Ishaq al-Suba’i, al-Hakam
bin ‘Utbah, dll.
Pendapat para ulama mengenai Abul Ahwash
No
|
Kritikus
|
Jarh
|
Ta’dîl
|
Keterangan
|
1
|
Al-Nasai
|
-
|
Tsiqah
|
|
2
|
Ibnu
Hajar
|
-
|
Tsiqah
|
|
3
|
Ibnu
Hibban
|
-
|
Tsiqah
|
|
4
|
Abu
Hatim
|
-
|
Tsiqah
|
|
5
|
Al-Dzahabi
|
-
|
watssaqûhu
|
|
6
|
Ibnu Ma’in
|
-
|
Tsiqah
|
|
Kesimpulan
|
Tsiqah
|
3.
Abu Ishaq
Nama Lengkapnya adalah ‘Amr
bin Abdullah bin Ubayd al-Hamadani Abu Ishaq al-Sabi’iy al-Kufi[5].
Dia lahir dua tahun menjelang berakhirnya khilafah Utsman bin Affan ra., dan wafat pada 129 H. -selisih dua tahun
dengan gurunya- di Kufah dalam usia 96 tahun.[6]
Di antara Guru-guru beliau
adalah: Abu Burdah bin AbuMusa al-Asy’ari, Abul Ahwash al-Jusyami, Anas bin
Malik, al-Barâ’ bin Azib, Jabir bin Samurah, al-Asy’ats bin Qays al-Kindi, dll.
Sedangkan murid-murid
beliau adalah di antaranya: Sufyan bin ‘Uyainah, Sulaiman al-A’masy, Abu Sinan
Said bin Sinan al-Syaibani, Sufyan al-Tsauri, Sulaiman al-Taymiy, dll.[7]
Komentar para ulama Rijal al-Hadis mengenai kepribadiannya:
No
|
Kritikus
|
Jarh
|
Ta’dîl
|
Ket.
|
1
|
Al-Nasai
|
-
|
|
|
2
|
Ibnu
Hajar
|
mudallis
tingkat 3[8]
|
Tsiqah, muktsirun, Abid
|
Yakhtalith
(pikun)
|
3
|
Ibnu
Hibban
|
-
|
Tsiqah
|
|
4
|
Abu
Hatim
|
-
|
Tsiqah
|
|
5
|
Al-Dzahabi
|
-
|
Ahad al-A’lam, wahuwa ka al-Zuhri fi al-katsrah
|
|
6
|
Ibnu Ma’in
|
-
|
Tsiqah
|
|
Kesimpulan
|
Tsiqah
|
4.
al-A’masy
Nama Lengkapnya adalah
Sulaiman bin Mihran al-Asadi al-Khalili, Abu Muhammad al-kufi al-A’masy. Dia
lahir pada 61 H dan wafat pada 147 H (18 tahun setelah gurunya). Menurut Abu
Nu’aim, al-A’masy wafat pada Rabiul Awal di usianya yang ke 88 tahun.[9] Sebenarnya,
al-A’masy berkebangsaan Tabaristan, namun kemudian diajak ayahnya berhijrah ke
Kufah.
Al-A’masy mendapatkan Hadis dari beberapa guru, yang di antaranya adalah Abu
Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’iy, ‘Amr bin Marroh. Ibrahim al-Taymi,
Ibrahim al-nakha’i, Ismail bin Abi Khalid, ‘Amarah bin ‘Umair, dll.
Sedangkan murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah di
antaranya, Hafsh bin Ghiyats, Ja’far bin ‘Aun, Abu Muawiyah al-Dlarir,
al-Hakam bin ‘Utaibah, al-Hasan bin ‘Ayyasy, dll.[10]
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:
No
|
Kritikus
|
Jarh
|
Ta’dîl
|
Ket.
|
1
|
Al-Nasai
|
-
|
Tsiqah, tsabat
|
|
2
|
Ibnu
Hajar
|
mudallis tingkat 2[11]
|
Tsiqah, hafidz, ârif bil Qirâ-ât, lakin yudallis
|
|
3
|
Ibnu
Hibban
|
-
|
Tsiqah
|
|
4
|
Abu
Hatim
|
-
|
Tsiqah
|
|
5
|
Al-Dzahabi
|
|
Al-Hâfidz, Ahad al-A’lâm
|
|
6
|
Ibnu Ma’in
|
|
Tsiqah
|
|
Kesimpulan
|
Tsiqah
|
5.
Hafsh bin Ghiyash
Nama lengkapnya adalah
Hafsh bin Ghiyyats bin Thalq bin Mu’awiyah bin Malik bin al-Harits al-Nakho’I,
Abu ‘Umar al-Kufi. Dia lahir pada 117 H dan wafat pada 194 H ketika
menjadi ‘Amir di Kufah.[12]
Di antara gurunya yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya adalah Hisyam
bin Urwah, Sulaiman al-A’masy, Sulaiman al-Taymi, Sufyan al-Tsauri,
Hajjaj bin Arthah, Ismail bin Sumai’, dll.
Sedangkan di antara murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya
adalah Abu Kuraib dan anaknya sendiri, yakni ‘Amr bin Hafsh bin Ghiyats,
Ibrahim bin Mahdi, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Badil al-Yami, dll.[13]
Pendapat para ulama mengenai kepribadiannya:
No
|
Kritikus
|
Jarh
|
Ta’dîl
|
Ket.
|
1
|
Al-Nasai
|
-
|
|
|
2
|
Ibnu
Hajar
|
mudallis tgkt 1[14]
|
Tsiqah, faqih
|
Taghayyara
hifdzuhu qalilan fi al-Akhir
|
3
|
Ibnu
Hibban
|
-
|
Tsiqah, faqih
|
|
4
|
Abu
Hatim
|
-
|
Tsiqah
|
|
5
|
Al-Dzahabi
|
|
Tsabat idza haddatsa min kitabihi
|
|
Kesimpulan
|
Tsiqah
|
6.
Abu Kurayb
Nama aslinya adalah
Muhammad bin al-‘Alâ’ bin Kuraib al-Hamdani al-Kufi. Menurut al-Bukhari, Abu
Kuraib lahir pada 160 H, dan wafat pada Jumadil Ahir 248 H.[15]
Abu Kuraib banyek belajar
dari guru-guru yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya, seperti Hafsh bin
Ghiyats, Hafsh bin Bughail, Abu Bakr bin ‘Ayyasy, Abu Khalid al-Ahmar, Abu Muawiyah
al-Dlarir, dll.
Di samping itu, dia juga
aktif meriwayatkan hadis kepada murid-muridnya seperti al-Jamaah
(termasuk di antaranya adalah al-Tirmidzi), Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Ibrahim
bin Ma’qil, dll.
Berikut adalah komentar para ulama Rijal:
No
|
Kritikus
|
Jarh
|
Ta’dîl
|
Ket.
|
1
|
Al-Nasai
|
-
|
Lâ ba’sa bihi
|
Tsiqah
|
2
|
Ibnu
Hajar
|
|
Tsiqah, hafidz
|
|
3
|
Ibnu
Hibban
|
-
|
Tsiqah
|
|
4
|
Abu
Hatim
|
-
|
Tsiqah
|
|
5
|
Al-Dzahabi
|
-
|
Al-Hafidz
|
|
|
|
|
|
|
Kesimpulan
|
Tsiqah
|
b.
Analisis Ketersambungan Sanad Hadis (ittishâl
al-Sanad)
1.
redaksi periwayatan (shîghat al-tahammul wa al-âdâ’)
Jika kita lihat sanad
hadis yang kita teliti ini, ada dua kategori redaksi periwayatan hadis yang
dipakai yaitu; shighat al-tahdîts dan
shîghat ‘an’anah. Kategori pertama
menunjukkan bahwa rawi yang memakai redaksi ini, dapat dipastikan bahwa
sanadnya bersambung ke gurunya, bahkan harus bertemu dan bertatap muka langsung
dengannya. Sedangkan bentuk redaksi kategori ke-2 (‘an’anah) masih rawan dengan terjadinya tadlîs, meskipun tidak selalu demikian.
Dari sanad hadis terseut
di atas, dapat kita jumpai bahwa hanya mukharrij
(al-Tirmidzi) gurunya (Abu Kuraib) saja yang menggunakan bentuk pertama (haddatsana). Sedangkan empat rawi
lainnya menggunakan shighat 'an'anah.
2.
tahun wafat rawi, berikut
tahun lahirnya –jika ada-;
Berdasarkan data biografi
rawi di atas, dapat kita simpulkan bahwa antara Ibnu Mas'ud dengan Abul Ahwash
terpaut 95 tahun. Hal ini berarti jika Abul Ahwash berusia seratus tahun, maka
pada saat menerima hadis dari Ibnu Mas'ud , ia masih kanak-kanak, yaitu pada usia lima tahun. Namun, sejauh ini belum ditemukan
informasi usia Abul Ahwash.
Sedangkan Abul Ishaq
dengan gurunya terpaut dua tahun. Bahkan bisa jadi ini adalah riwayat
al-Aqrân. Kemudian antara Abu Ishaq dengan muridnya, al-A'masy terpaut 18
tahun. Selanjutnya, selisih antara al-A'masy dengan Hafsh adalah 47 tahun. Dan
terakhir adalah selisih tahun wafat Hafs dengan Abu Kuraib yaitu 54 tahun.
3.
keterangan para ulama Rijal mengenai terjadinya guru-murid
Meskipun ada satu rawi yang memungkinkan adanya tadlis dalam sanad,
berdasarkan keterangan para ulama Rijal, seluruh rawi dalam sanad ini adalah
bersambung dengan dasar terjadi hubungan guru-murid. Dengan demikian ketika
berguru kepada Ibnu Mas’ud, Abul Ahwash berusia sekitar lima tahun. Jika tidak, maka usia Abul Ahwash harus
lebih dari 100 tahun.
c.
Analisis Kualitas Rawi Hadis
Setelah mengakji
ketersambungan sanad, berikutnya adalah analisis data kualitas rawi.
Berdasarkan sumber data yang kami dapatkan, tak satupun rawi yang dinilai dla’if
(lemah) oleh ulama Rijal (kritikus). Hanya saja ada beberapa rawi yang dianggap
pernah melakukan tadlis. Namun sebagaimana pendapat jumhur ulama, bahwa
tadlis bukanlah termasuk aib. Namun meski demikian, kebiasaan men-tadlis
sangat berpengaruh terhadap validitas hadis.
Setelah di teliti, hadis tersebebut tidak terbukti adanya tadlis di dalamnya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tahun wafat dan keterangan para ulama mengenai terjadinya
hubungan guru-murid secara langsung antar rawi dalam sanad. Sehingga sanad
hadis ini muttashil.
Berdasarkan data kualitas rawi sanad hadis ini di atas, tak satupun rawi
yang memiliki kepribadian dan kredibilitasnya kontroversial di kalangan ulama.
Seluruh kritikus menyatakan seluruh rawi dalam sanad ini adalah baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat ke dua dalam kesahihan hadis juga
terpenuhi.
c.
Analisis Syudzûdz dan ‘Illat Dalam sanad
Berdasarkan hasil
penelusuran di atas, Hadis ini memiliki banyak tawabi’. Hal ini
menunjukkan bahwa di dalam sanad hadis tersebut tidak terdapat syudzûdz.
Mengenai ‘illat
dalam sanad, meski ditemukan kemungkinan terjadinya tadlis dan irsâl
khafiy, namun sampai sejauh ini tidak ditemukan bukti-bukti yang
mendkung terjadinya tadlis dan irsal tersebut.
Dengan demikian, insyâ
Allah sanad hadis ini bebas dari syadz dan ‘illat.
- HUKUM SANAD HADIS
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini adalah Hasan karena seluruh kriteria kesahihan sanad telah terpenuhi. Hanya saja ada beberapa rawi yang mengalami degradasi intelektual saat
tua. Namun jika hadis ini diriwayatkan saat rawi-rawi tersebut masih normal,
belum mengalami pikun, maka sanad hadis ini bisa naik menjadi sahih. Wallahu A’lam.
Tabel
kesimpulan penelusuran ittishal al-sanad:
No
|
Nama Rawi
|
Th.
Lahir
|
Th.
Wafat
|
Redaksi
Âdâ'
|
Guru-
murid
|
Keterangan
(Lain-lain)
|
Kesimpulan
|
1
|
Ibnu Mas'ud
|
-
|
32 H
|
(samâ'an)
|
V
|
Tidak ada Irsâl
|
muttashil
|
2
|
Abul Ahwash
|
-
|
127
H
|
('an'anah)
|
V
|
Tidak ada tadlîs
|
muttashil
|
3
|
Abu Ishaq
|
33 H
|
129
H
|
('an'anah)
|
V
|
Mudallis tingkat 3
|
muttashil
|
4
|
al-A’masy
|
61 H
|
147
H
|
('an'anah)
|
V
|
Mudallis tingkat 2
|
muttashil
|
5
|
Hafsh
|
117
H
|
194
H
|
('an'anah)
|
V
|
Mudallis tingkat 1
|
muttashil
|
6
|
Abu Kuraib
|
160
H
|
248
H
|
Hadatsanâ
|
V
|
Tidak ada tadlîs
|
muttashil
|
Table
Kesimpulan Kualitas Rawi
No.
|
Kritikus
Nama Rawi
|
Al-Nasai
|
Abu
Hatim
|
Al-Dzahabi
|
Ibnu
Hibban
|
Al-Asqalani
|
Nilai
Akhir
|
1
|
Ibnu Mas’ud
|
Shahâbi
|
Shahâbi
|
Shahâbi
|
Shahâbi
|
Shahâbi
|
Shahâbi
|
2
|
Abul Ahwash
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
Watssaqahu
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
3
|
Abu Ishaq
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
Ahad
al-A'lam
|
tsiqah
|
Tsiqah, pikun
|
Tsiqah
|
4
|
Al-A’masy
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
Ahad al-A'lam
|
Tsiqah
|
Tsiqah,Hafidz
|
Tsiqah
|
5
|
Hafsh bin Ghiyats
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
Tsabat
|
Tsiqah,
faqîh, taghayyara
|
Tsiqah
|
Tsiqah
|
6
|
Abu Kurayb
|
La
Ba'sa bih
|
Tsiqah
|
Al-Hafidz
|
Tsiqah
|
Tsiqah,
hafidz
|
Tsiqah
|
Dari gambaran
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadis tersebut adalah Hasan, karena
ada rawi yang tidak tâm al-dlabth
[1] Abu Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan
al-Tirmidzi, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), juz V, h. 81
[2] Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim,
(Beirut :
Dar al-Fikr, 2001), juz I, h. 131
[3] Ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibn
Mâjah, (Beirut :
Dar al-Fikr, 2004), juz II, h. 319
[4]
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ
al-Rijâl, (Beirut: Darul Fikr, 1994), vol. 14, h. 451; Lihat juga: Ibnu
Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut:
Darul Fikr, 1995), cet. II, vol. 6, h. 281.
[5]
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl…,
vol. 14, h. 265.
[6]
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …,
vol. 14, h. 270.
[7]
Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …,
vol. vol. 14, h. 268. lihat juga: al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 6, h. 173.
[8] Mudallis tingkat 3 (tiga), yaitu
golongan Mudallis yang seringkali melakukan tadlîs. Karenanya, para muhaddis
tidak berhujjah dengan hadis yang mereka riwayatkan kecuali jika menggunakan sighat samâ’ atau tahdîts dalam menyampaikan riwayat, seperti haddatsana, Akhbarana, Sami’tu, dsb. Lihat: Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi
Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah:
Dar al-Rasyid, 1986), h. 13. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa
al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336. Ibnu Ma’in
menyebutkan bahwa ia menjadi mudallis setelah berusia lanjut dan terkena pikun.
Lihat: Ibnu Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 8, h. 65
[9] Al-Mizzi, Tahdzîb
al-Kamâl …, vol. 8, h. 106.
[10] Al-Mizzi, Tahdzîb
al-Kamâl …, vol. 8, h. 109
[11] Mudallis
tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap
bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah
para imam dalam bidang Hadis yang
tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis.
Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi
Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah:
Dar al-Rasyid, 1986), h. 13 dan 254. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad
al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi
Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol.
2, h. 336.
[12] Al-Mizzi, Tahdzîb
al-Kamâl …, vol. 5, h. 60-62.
[13] Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 2, h. 378.
[14] Mudallis
tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap
bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah
para imam dalam bidang Hadis yang
tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis.
Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi
Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah:
Dar al-Rasyid, 1986), h. 13. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa
al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336.
[15] Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 7, h. 363.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar