24 April, 2016

SILATURAHIM FMMB KE POLSEK BSD SERPONG

Dalama rangka menwujudkan synergy nyata antara Ulama dan Umara
menuju BSD KOTA SANTRI



20 April, 2016

CONTOH TAKHRIJ HADIS TENTANG ISLAM AGAMA YANG ASING

CONTOH
TAKHRIJ HADIS TENTANG ISLAM AGAMA YANG ASING


KRITIK SANAD HADIS I

حدثنا أبو كريب أخبرنا حفص بن غياث عن الأعمش عن أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبدالله: قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود كما بدأ فطوبى للغرباء

  1. Hasil Penelusuran (Takhrij) dalam al-Kutub al-Sittah
Berdasarkan hasil penelusuran dengan melalui cara pertama, yaitu metode mu’jam, hadis tersebut terdapat pada 3 tempat yang tersebar di berbagai kitab Hadis. Lima di antaranya adalah:
1.      Sunan al-Tirmidzi,[1] melalui riwayat Ibnu Mas’ud ra. (Hadis yang sedang diteliti):
حدثنا أبو كريب أخبرنا حفص بن غياث عن الأعمش عن أبي إسحاق عن أبي الأحوص عن عبد الله : قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود كما بدأ فطوبى للغرباء

2.      Shahih Muslim[2]
حدثني محمد بن رافع والفضل بن سهل الأعرج قالا حدثنا شبابة بن سوار حدثنا عاصم وهو ابن محمد العمري عن أبيه عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ وهو يأرز بين المسجدين كما تأرز الحية في جحرها
3.      Sunan Ibnu Majah[3]
حدثنا عبد الرحمن بن إبراهيم ويعقوب بن حميد بن كاسب سويد بن سعيد قالوا حدثنا مروان بن معاوية الفزاري. حدثنا يزيد بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبيا . فطوبى للغرباء
Berdasarkan redaksi matan yang telah


  1. Skema Sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas dapat dibuat skema sanad sebagaimana berikut:





Skema Sanad Hadis I dalam al-Kutub al-Sittah

Rasulullah Saw
Anas b. Malik
Abu Hurairah
Sinan b. Sa’d
Abu Hazim
Yazid b. Kaysan
Marwan al-Fazari
Muhammad b. Abbad
Ibnu Abu Umar
Muslim b. Hajjaj
Yazid b. Abu Yazid
Ibnu Lahi’ah
‘Amr b. al-Haris
Abdullah b. Wahb
Harmalah b. Yahya
Ibnu Majah
Ibnu mas’ud
Abul Ahwas
Abu Ishaq
Al-A’masy
Hafs b. Ghiyats
Abu Kuraib
Al-Tirmidzi
 




  1. Penelitian (Kritik) Sanad Hadis
Dari kelima hadis tersebut di atas, yang kami teliti sanadnya adalah hadis riwayat al-Imam al-Tirmidzi, dengan komposisi sanad; Ibnu Mas’ud (Sahabat), Abul Ahwash, Abu Ishaq, al-A’masy, Hafs bin Ghiyash, dan Abu Kurayb.

a. Data Biografi Para Rawi
1.       Abdullah bin Mas’ud
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah sahabat Nabi yang lahir pada dan wafat pada 32 H di Madinah al-Munawwarah, pada masa kekhalifahan Ali b. Abi Thalib. Beliau dikenal sebagai pakar Tafsir dan Qiraat di kalangan sahabat Nabi.
Sebagaimana laiknya sahabat Nabi yang lain, beliau juga aktif mengikuti pengajian yang diasuh langsung oleh Rasulullah saw. Di samping itu, beliau juga banyak meriwayatkan hadis dari sahabat lain seperti Umar bin al-Khatthab, Sa’d bin Mu’adz al-Anshari, dan Shafwan bin ‘Assal al-Muradi.
Sepeninggal Rasulullah saw beliau tidak hanya tinggal diam. Beliau meimiliki tanggung jawab menyebarkan Islam dan mengajarkan ilmu dan meriwayatkan hadis-hadis yang didengar dari Rasulullah. Karenanya, banyak sekali Sahabat dan tabi’in yang belajar kepada beliau. Dari kalangan sahabat, di antaranya adalah Abdullah bin al-Zubayr, Ibnu Umar, Abdullah bin fairuz al-Daylami, dll. Sedangkan dari tingkatan tab’in di antaranya adalah Imran bin Hushain, Abu al-Ahwash Auf bin Malik, dll. Mengingat posisinya sebagai sahabat, para ulama sepakat bahwa sahabat tidak perlu dikritik dan apalagi diragukan kredibilitasnya. Al-Shahâbah kulluhum ‘udûl. Seluruh sahabat adalah adil.

2.      Abul Ahwash
Nama Lengkapnya adalah ‘Auf bin Malik bin Nadhalah al-Asyja’iy al-Jusyami yang populer dengan nama kunyah-nya, yaitu Abul Ahwash al-Kufi. Dia termasuk keturunan Jusyam bin Muawiyah bin Bakr bin Hawazin. Dia hidup pada generasi tabi’in, murid para sahabat Nabi. Dia wafat pada 127 H, pada masa pemerintahan al-Hajjaj. Dia juga pernah mengikuti perang bersama Ali bin Abu Thalib melawan kelompok Khawarij di Nahrawan.[4]
Di antara guru-guru Abul Ahwash adalah Abdullah bin Mas’ud, Urwah bin Mughirah bin Syu’bah, Ali bin Abi Thalib, Malik bin Nadhlah al-Jusyami (bapaknya), Masruq bin al-Ajda’, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, dll.
Sedangkan murid-muridnya, di antaranya adalah Ibrahim bin Muhajir, Asy’ats bin Abu al-Sya’tsa’, al-Hasan al-Bashri, Abu Ishaq al-Suba’i, al-Hakam bin ‘Utbah, dll.
Pendapat para ulama mengenai Abul Ahwash
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Al-Nasai
-
Tsiqah

2
Ibnu Hajar
-
Tsiqah

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
watssaqûhu

6
Ibnu Ma’in
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

3.      Abu Ishaq
Nama Lengkapnya adalah ‘Amr bin Abdullah bin Ubayd al-Hamadani Abu Ishaq al-Sabi’iy al-Kufi[5]. Dia lahir dua tahun menjelang berakhirnya khilafah Utsman bin Affan ra., dan wafat pada 129 H. -selisih dua tahun dengan gurunya- di Kufah dalam usia 96 tahun.[6]
Di antara Guru-guru beliau adalah: Abu Burdah bin AbuMusa al-Asy’ari, Abul Ahwash al-Jusyami, Anas bin Malik, al-Barâ’ bin Azib, Jabir bin Samurah, al-Asy’ats bin Qays al-Kindi, dll.
Sedangkan murid-murid beliau adalah di antaranya: Sufyan bin ‘Uyainah, Sulaiman al-A’masy, Abu Sinan Said bin Sinan al-Syaibani, Sufyan al-Tsauri, Sulaiman al-Taymiy, dll.[7]
Komentar para ulama Rijal al-Hadis mengenai kepribadiannya:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-


2
Ibnu Hajar
mudallis
tingkat 3[8]
Tsiqah, muktsirun, Abid
Yakhtalith
(pikun)
3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
Ahad al-A’lam, wahuwa ka al-Zuhri fi al-katsrah

6
Ibnu Ma’in
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

4.      al-A’masy
Nama Lengkapnya adalah Sulaiman bin Mihran al-Asadi al-Khalili, Abu Muhammad al-kufi al-A’masy. Dia lahir pada 61 H dan wafat pada 147 H (18 tahun setelah gurunya). Menurut Abu Nu’aim, al-A’masy wafat pada Rabiul Awal di usianya yang ke 88 tahun.[9] Sebenarnya, al-A’masy berkebangsaan Tabaristan, namun kemudian diajak ayahnya berhijrah ke Kufah.
Al-A’masy mendapatkan Hadis dari beberapa guru, yang di antaranya adalah Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’iy, ‘Amr bin Marroh. Ibrahim al-Taymi, Ibrahim al-nakha’i, Ismail bin Abi Khalid, ‘Amarah bin ‘Umair, dll.
Sedangkan murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah di antaranya, Hafsh bin Ghiyats, Ja’far bin ‘Aun, Abu Muawiyah al-Dlarir, al-Hakam bin ‘Utaibah, al-Hasan bin ‘Ayyasy, dll.[10]
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Tsiqah, tsabat

2
Ibnu Hajar
mudallis tingkat 2[11]
Tsiqah, hafidz, ârif bil Qirâ-ât, lakin yudallis

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi

Al-Hâfidz, Ahad al-A’lâm

6
Ibnu Ma’in

Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

5.      Hafsh bin Ghiyash
Nama lengkapnya adalah Hafsh bin Ghiyyats bin Thalq bin Mu’awiyah bin Malik bin al-Harits al-Nakho’I, Abu ‘Umar al-Kufi. Dia lahir pada 117 H dan wafat pada 194 H ketika menjadi ‘Amir di Kufah.[12]
Di antara gurunya yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya adalah Hisyam bin Urwah, Sulaiman al-A’masy, Sulaiman al-Taymi, Sufyan al-Tsauri, Hajjaj bin Arthah, Ismail bin Sumai’, dll.
Sedangkan di antara murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah Abu Kuraib dan anaknya sendiri, yakni ‘Amr bin Hafsh bin Ghiyats, Ibrahim bin Mahdi, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Badil al-Yami, dll.[13]
Pendapat para ulama mengenai kepribadiannya:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-


2
Ibnu Hajar
mudallis tgkt 1[14]
Tsiqah, faqih
Taghayyara hifdzuhu qalilan fi al-Akhir
3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah, faqih

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi

Tsabat idza haddatsa min kitabihi

Kesimpulan
Tsiqah

6.      Abu Kurayb
Nama aslinya adalah Muhammad bin al-‘Alâ’ bin Kuraib al-Hamdani al-Kufi. Menurut al-Bukhari, Abu Kuraib lahir pada 160 H, dan wafat pada Jumadil Ahir 248 H.[15]
Abu Kuraib banyek belajar dari guru-guru yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya, seperti Hafsh bin Ghiyats, Hafsh bin Bughail, Abu Bakr bin ‘Ayyasy, Abu Khalid al-Ahmar, Abu Muawiyah al-Dlarir, dll.
Di samping itu, dia juga aktif meriwayatkan hadis kepada murid-muridnya seperti al-Jamaah (termasuk di antaranya adalah al-Tirmidzi), Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Ibrahim bin Ma’qil, dll.
Berikut adalah komentar para ulama Rijal:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Lâ ba’sa bihi
Tsiqah
2
Ibnu Hajar

Tsiqah, hafidz

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
Al-Hafidz






Kesimpulan
Tsiqah

b. Analisis Ketersambungan Sanad Hadis (ittishâl al-Sanad)
Ada tiga cara dalam menentukan ketersambungan sanad hadis, yaitu dengan meneliti:
1.       redaksi periwayatan (shîghat al-tahammul wa al-âdâ’)
Jika kita lihat sanad hadis yang kita teliti ini, ada dua kategori redaksi periwayatan hadis yang dipakai yaitu; shighat al-tahdîts dan shîghat ‘an’anah. Kategori pertama menunjukkan bahwa rawi yang memakai redaksi ini, dapat dipastikan bahwa sanadnya bersambung ke gurunya, bahkan harus bertemu dan bertatap muka langsung dengannya. Sedangkan bentuk redaksi kategori ke-2 (‘an’anah) masih rawan dengan terjadinya tadlîs, meskipun tidak selalu demikian.
Dari sanad hadis terseut di atas, dapat kita jumpai bahwa hanya mukharrij (al-Tirmidzi) gurunya (Abu Kuraib) saja yang menggunakan bentuk pertama (haddatsana). Sedangkan empat rawi lainnya menggunakan shighat 'an'anah.

2.      tahun wafat rawi, berikut tahun lahirnya –jika ada-;
Berdasarkan data biografi rawi di atas, dapat kita simpulkan bahwa antara Ibnu Mas'ud dengan Abul Ahwash terpaut 95 tahun. Hal ini berarti jika Abul Ahwash berusia seratus tahun, maka pada saat menerima hadis dari Ibnu Mas'ud, ia masih kanak-kanak, yaitu pada usia lima tahun. Namun, sejauh ini belum ditemukan informasi usia Abul Ahwash.
Sedangkan Abul Ishaq dengan gurunya terpaut dua tahun. Bahkan bisa jadi ini adalah riwayat al-Aqrân. Kemudian antara Abu Ishaq dengan muridnya, al-A'masy terpaut 18 tahun. Selanjutnya, selisih antara al-A'masy dengan Hafsh adalah 47 tahun. Dan terakhir adalah selisih tahun wafat Hafs dengan Abu Kuraib yaitu 54 tahun.

3.      keterangan para ulama Rijal mengenai terjadinya guru-murid
Meskipun ada satu rawi yang memungkinkan adanya tadlis dalam sanad, berdasarkan keterangan para ulama Rijal, seluruh rawi dalam sanad ini adalah bersambung dengan dasar terjadi hubungan guru-murid. Dengan demikian ketika berguru kepada Ibnu Mas’ud, Abul Ahwash berusia sekitar lima tahun. Jika tidak, maka usia Abul Ahwash harus lebih dari 100 tahun.

c. Analisis Kualitas Rawi Hadis
Setelah mengakji ketersambungan sanad, berikutnya adalah analisis data kualitas rawi.
Berdasarkan sumber data yang kami dapatkan, tak satupun rawi yang dinilai dla’if (lemah) oleh ulama Rijal (kritikus). Hanya saja ada beberapa rawi yang dianggap pernah melakukan tadlis. Namun sebagaimana pendapat jumhur ulama, bahwa tadlis bukanlah termasuk aib. Namun meski demikian, kebiasaan men-tadlis sangat berpengaruh terhadap validitas hadis.
Setelah di teliti, hadis tersebebut tidak terbukti adanya tadlis di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan tahun wafat dan keterangan para ulama mengenai terjadinya hubungan guru-murid secara langsung antar rawi dalam sanad. Sehingga sanad hadis ini muttashil.
Berdasarkan data kualitas rawi sanad hadis ini di atas, tak satupun rawi yang memiliki kepribadian dan kredibilitasnya kontroversial di kalangan ulama. Seluruh kritikus menyatakan seluruh rawi dalam sanad ini adalah baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat ke dua dalam kesahihan hadis juga terpenuhi.

c. Analisis Syudzûdz dan ‘Illat Dalam sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas, Hadis ini memiliki banyak tawabi’. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sanad hadis tersebut tidak terdapat syudzûdz.
Mengenai ‘illat dalam sanad, meski ditemukan kemungkinan terjadinya tadlis dan irsâl khafiy, namun sampai sejauh ini tidak ditemukan bukti-bukti yang mendkung terjadinya tadlis dan irsal tersebut.
Dengan demikian, insyâ Allah sanad hadis ini bebas dari syadz dan ‘illat.

  1. HUKUM SANAD HADIS
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini adalah Hasan karena seluruh kriteria kesahihan sanad telah terpenuhi. Hanya saja ada beberapa rawi yang mengalami degradasi intelektual saat tua. Namun jika hadis ini diriwayatkan saat rawi-rawi tersebut masih normal, belum mengalami pikun, maka sanad hadis ini bisa naik menjadi sahih. Wallahu A’lam.




Tabel kesimpulan penelusuran ittishal al-sanad:
No
Nama Rawi
Th.
Lahir
Th.
Wafat
Redaksi
Âdâ'
Guru-
murid
Keterangan
(Lain-lain)
Kesimpulan
1
Ibnu Mas'ud
-
  32 H
(samâ'an)
V
Tidak ada Irsâl
muttashil
2
Abul Ahwash
-
127 H
('an'anah)
V
Tidak ada tadlîs
muttashil
3
Abu Ishaq
  33 H
129 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 3
muttashil
4
al-A’masy
  61 H
147 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 2
muttashil
5
Hafsh
117 H
194 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 1
muttashil
6
Abu Kuraib
160 H
248 H
hadatsanâ
V
Tidak ada tadlîs
muttashil

Table Kesimpulan Kualitas Rawi
No.
Kritikus
Nama Rawi
Al-Nasai
Abu Hatim
Al-Dzahabi
Ibnu Hibban
Al-Asqalani
Nilai Akhir
1
Ibnu Mas’ud
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
2
Abul Ahwash
Tsiqah
tsiqah
Watssaqahu
Tsiqah
Tsiqah
Tsiqah
3
Abu Ishaq
Tsiqah
Tsiqah
Ahad al-A'lam
tsiqah
Tsiqah, pikun
Tsiqah
4
Al-A’masy
Tsiqah
Tsiqah
Ahad al-A'lam
Tsiqah
Tsiqah,Hafidz
Tsiqah
5
Hafsh bin Ghiyats
Tsiqah
Tsiqah
Tsabat
Tsiqah, faqîh, taghayyara
Tsiqah
Tsiqah
6
Abu Kurayb
La Ba'sa bih
tsiqah
Al-Hafidz
Tsiqah
Tsiqah, hafidz
Tsiqah

Dari gambaran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadis tersebut adalah Hasan, karena ada rawi yang tidak tâm al-dlabth


STUDI SANAD HADIS
MENJAMAK SHALAT TANPA UZUR TERMASUK DOSA BESAR


Teks Hadis
"من جمع بين الصلاتين من غير عذر فقد أتى بابا من أبواب الكبائر".

  1. Hasil Penelusuran (Takhrij)
Berdasarkan hasil penelusuran dengan melalui cara pertama, yaitu metode mu’jam, hadis tersebut terdapat pada 3 (tiga) tempat yang tersebar di berbagai kitab Hadis. Dalam al-Kutub al-Sittah, hadis ini hanya diriwayatkan oleh al-Tirmidzi. Lima di antaranya adalah:
1.       Sunan al-Tirmidzi, (Hadis yang sedang diteliti):
حدثنا أبو سلمة يحيى بن خلف البصري، حدثنا المعتمر بن سليمان، عن أبيه، عن حنش، عن عكرمة، عن ابن عباس، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (( مَنْ جَمَعَ بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَقَدْ أَتَى بَاباً مِنْ أَبْوَابِ اْلكَبَائِرِ))[16].

Syawâhid dan Mutâba'ât dalam Kitab hadis lain (selain kitab enam)
2.      Sunan al-Kubra karya al-Bayhaqi
أخبرنا أبو الحسين علي بن محمد بن عبد الله بن بشران العدل ببغداد ثنا إسماعيل بن محمد الصفار ثنا عبيد بن عبد الواحد بن شريك ثنا نعيم بن حماد ح وأخبرنا أبو عبد الله الحافظ ثنا علي بن عيسى الحيري ثنا إبراهيم بن أبي طالب ثنا يعقوب بن إبراهيم قالا ثنا المعتمر بن سليمان عن أبيه عن حنش عن عكرمة عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((الجمع بين الصلاتين من غير عذر من الكبائر)) لفظ حديث نعيم. وفي رواية يعقوب ((من جمع بين الصلاتين من غير عذر فقد أتى بابا من أبواب الكبائر)).[17]

3.      Mustadrak karya al-Hakim
حدثنا زيد بن علي بن يونس الخزاعي بالكوفة ثنا محمد بن عبد الله الحضرمي ثنا بكر بن خلف و سويد بن سعيد قالا : ثنا المعتمر بن سليمان عن أبيه عن حنش عن عكرمة عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((من جمع بين الصلاتين من غير عذر فقد أتى بابا من أبواب الكبائر)).[18]









  1. Skema Sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas dapat dibuat skema sanad sebagaimana berikut:
ثنا
ثنا
Nabi S.a.w
Ibnu Abbas
Ikrimah
Hanasy
Sulaiman
Al-Mu'tamir
Yahya
Al-Tirmidzi
Naim b Hammad
Yaqub b. Ibrahim
Suwaid b. said
Bakr b. Khalaf
Ubayd b. A Wahid
Ismail
Abul Husain
Al-Baihaqi
Muhammad b. Abdullah
Zaid b. Ali b. Musa
Al-Hakim
Ibrahim. Abu Thalib
Ali b. Isa
Abu Abdillah
عن
عن
عن
عن
عن
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
نا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا
ثنا




  1. Penelitian (Kritik) Sanad Hadis
Dari kelima hadis tersebut di atas, yang kami teliti sanadnya adalah hadis riwayat al-Imam al-Tirmidzi, dengan komposisi sanad; Abdullah bin Abbas, Ikrimah, Hanasy, Sulaiman al-Taymi, al-Mu’tamir bin Sulaiman, dan Yahya bin Khalaf al-Bahili.

a. Data Biografi Para Rawi
1.       Ibnu ‘Abbas[19]
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib bin Hasyim, beliau lahir di Sya’ab wafat pada tahun 68 H di Thaif, beliau termasuk dalam Kalangan Sahabat Nabi saw. Diantara guru beliau adalah Nabi Muhammad saw, Ubay bin Ka’ab, dan Usamah bin Zaid. Beliau juga mempunyai murid diantaranya adalah ‘Utsman bin Yahya, ‘Urwah bin Zubair, dan ‘Atho bin Abi Robah. Beliau adalah anak paman Nabi saw dan juga pernah menjadi penerjemah Al-Qur’an.[20] Diantara Tempat yang pernah disinggahi beliau saat Rihlah Ilmiyah adalah Madinah.
Mengingat posisinya sebagai sahabat, para ulama sepakat bahwa sahabat tidak perlu dikritik dan apalagi diragukan kredibilitasnya. Al-Shahâbah kulluhum ‘udûl. Seluruh sahabat adalah adil.[21]

2.      ‘Ikrimah
Nama Lengkapnya adalah ‘Ikrimah al-Qurasyi al-Hasyimi, Abu Abdillah al-Madani, budak Ibnu Abbas. Ia populer dengan nama Ikrimah. Dia berasal dari suku Barbar, di Maroko. Dulu dia adalah budak Hushain bin Abi al-Hurr al-‘Anbari, kemudian diberikan kepada Ibnu Abbas ketika diangkat menjadi wali Bashrah di bawah pemerintahan Ali bin Abi Thalib ra.[22] Namun kemudian, menurut keterangan Abu Said bin yunus, Ikrimah pindah menjadi penduduk tetap Madinah. Di samping itu ia juga pernah tinggal di Makkah beberapa tahun. Sebelumnya, ia juga pernah singgah di Mesir dantinggal di rumah Abdurrahman bin al-Jassas al-Ghafiqi dan kemudian berlanjut hingga ke Afrika. Menurut keterangan al-Bukhari dan Ali al-Madini (guru al-Bukhari), Ikrimah wafat pada 104 H.
Ikrimah banyak  meriwayatkan Hadis Nabi dari banyak sekali sahabat senior, seperti Abdullah bin Abbas (majikannya), Jabir bin Abdillah, al-Hajjaj bin Amr, al-Hasan bin Ali, Shafwan bin Umayyah, Abdullah bin Umar, Aisyah, dll.
Sedangkan murid-muridnya, di antaranya adalah Ibrahim al-Nakha’i, Arthah bin Abi Arthah, Ishaq bin Abdullah bin Jabir, Ismail bin Abu Khalid, Husain bin Qays Abu Ali al-Rahabi, dll.
Pendapat para ulama mengenai Abul Ahwash
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Keterangan
1
Al-Nasai
-
Tsiqah, tsabat, alim bi al-tafsir

2
Ibnu Hajar
-
Tsiqah

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah

5
Al-Dzahabi
-
Tsiqah, walakin Abadli (khawarij)

6
Ibnu Ma’in
-
Imam al-Dunya[23]

Kesimpulan
Tsiqah


3.      Hanasy
Nama Aslinya adalah al-Husain bin Qays al-Rahabi Abu Ali al-Wasithiy. Namun ia lebih dikenal dengan nama laqobnya, yaitu, Hanasy.[24]
Di antara Guru-guru Hanasy adalah: ‘Atha bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, ‘Ulba bin Ahmar, dll.
Sedangkan murid-murid beliau adalah di antaranya: Ismail bin ‘Ayyasy, Abu Mahshan Hushayn bin Numayr al-Hamdani, Khalid bin Abdullah al-Wasithi, Sulaiman al-Taymiy, Abdul Hakim bin Manshur, Ali bin Ashim, dll.[25]
Komentar para ulama Rijal al-Hadis mengenai kepribadiannya:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
Matruk
-

2
Ibnu Hajar
Matruk
-

3
Al-Bukhari
Ahaditsuhu Munkarah
-

4
Abu Hatim
Dlaif
-

5
Al-Dzahabi
Dhaif
­­-

6
Ibnu Ma’in
Dlaif
-

Kesimpulan
Dlaif, matruk

4.      Sulaiman al-Taymiy
Nama Lengkapnya adalah Sulaiman bin Tharkhan al-Taymiy, Abu al-Mu’tamir al-Bashriy. Menurut keterangan, ia bukanlah keturunan Bani Taym. Hanya saja ia pernah tinggal di sana, sehingga namanya dinisbatkan kepadanya. Ia wafat di Bashrah pada 143 H dalam usia 97 tahun.
al-Taymiy mendapatkan Hadis dari beberapa guru, yang di antaranya adalah Aslam al-‘Ijliy, Anas bin Malik, Abu Ali Husain bin Qays al-Rahabi, Bakr bin Abdillah al-Muzani, Tsabit al-Bannani, dll.
Sedangkan murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah di antaranya, al-Mu’tamir bin Sulaiman, Muadz binMuadz al-Mundziri, Abu Muawiyah al-Dlarir, al-Hakam bin ‘Utaibah, al-Hasan bin ‘Ayyasy, dll.[26]
Berikut ini adalah komentar para Ulama Rijal Hadis:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Tsiqah, tsabat

2
Ibnu Hajar
mudallis tingkat 2[27]
Tsiqah, Abid

3
Ibnu Hibban
Suka mencapur riwayat dlaif dan shahih
-

4
Abu Hatim
-
-

5
Al-Dzahabi

Ahad al-sâdah

6
Ibnu Ma’in

Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

5.      al-Mu'tamir bin Sulaiman
Nama lengkapnya adalah Mu'tamir bin Sulaiman bin Tharkhan al-Taymiy, Abu Muhammad al-Bashri. Konon ia juga dikenal dengan laqab al-Thufail.[28] Menurt keterangan al-Bukhari, ia wafat pada 187 H, dalam usia 81 tahun.
Di antara gurunya yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya adalah Hisyam bin Urwah, Sulaiman al-Taymiy, Sulaiman bin al-Mughirah, Sufyan al-Tsauri, Hajjaj bin Arthah, Ismail bin Sumai’, dll.
Sedangkan di antara murid-murid yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah Abu Salama Yahya al-Bahili Ahmad bin Hanbal, Ibrahim bin Mahdi, Abul Asy'ats, dll.[29]
Pendapat para ulama mengenai kepribadiannya:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Tsiqah

2
Ibnu Hajar
-
Tsiqa

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
Tsiqah, shaduq

5
Al-Dzahabi

Kana Ra'san fil 'ilm mitsla Abihi

6
Ibnu Ma'in
-
Tsiqah

Kesimpulan
Tsiqah

6.      Yahya bin Khalaf al-Bahili
Nama aslinya adalah Abu Salamah Yahya bin Khalaf al-Bahili Abu Salama al-Bashri. Ia lebih dikenal dengan nama al-Jubari. Menurut al-Bukhari, Abu Kuraib lahir pada 160 H, dan wafat pada Jumadil Ahir 248 H.[30]
Abu Kuraib banyak belajar dari guru-guru yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya, seperti al-Mu'tamir bin Sulaiman, Asihm al-Dlahhak, salim bin Nuh, Abu Khalid al-Ahmar, Abu Muawiyah al-Dlarir, dll.
Di samping itu, dia juga aktif meriwayatkan hadis kepada murid-muridnya seperti al-Jamaah (termasuk di antaranya adalah al-Tirmidzi), Ahmad bin Hanbal, dll.
Berikut adalah komentar para ulama Rijal:
No
Kritikus
Jarh
Ta’dîl
Ket.
1
Al-Nasai
-
Lâ ba’sa bihi
Tsiqah
2
Ibnu Hajar

Shaduq

3
Ibnu Hibban
-
Tsiqah

4
Abu Hatim
-
-

5
Al-Dzahabi
-
-






Kesimpulan
Tsiqah


b. Analisis Ketersambungan Sanad Hadis (ittishâl al-Sanad)
Ada tiga cara dalam menentukan ketersambungan sanad hadis, yaitu dengan meneliti:
4.      redaksi periwayatan (shîghat al-tahammul wa al-âdâ’)
Jika kita lihat sanad hadis yang kita teliti ini, ada dua kategori redaksi periwayatan hadis yang dipakai yaitu; shighat al-tahdîts dan shîghat ‘an’anah. Kategori pertama menunjukkan bahwa rawi yang memakai redaksi ini, dapat dipastikan bahwa sanadnya bersambung ke gurunya, bahkan harus bertemu dan bertatap muka langsung dengannya. Sedangkan bentuk redaksi kategori ke-2 (‘an’anah) masih rawan dengan terjadinya tadlîs, meskipun tidak selalu demikian.
Dari sanad hadis terseut di atas, dapat kita jumpai bahwa hanya mukharrij (al-Tirmidzi) gurunya (Khalaf al-Bahili) saja yang menggunakan bentuk pertama (haddatsana). Sedangkan empat rawi lainnya menggunakan shighat 'an'anah.

5.      tahun wafat rawi, berikut tahun lahirnya –jika ada-;
Berdasarkan data biografi rawi di atas, tidak dapat kita simpulkan ketersambungan sanad berdasarkan tahun wafat secara keseluruhan karena ada beberapa rawi yang tidak disebutkan tahun lahir dan wafatnya. Namun, ketersambungan sanad ini dapat dibuktikan dengan alternative cara ke-2 danke-3 sebagaimana berikut.

6.      keterangan para ulama Rijal mengenai terjadinya guru-murid
Meskipun ada satu rawi yang memungkinkan adanya tadlis dalam sanad, berdasarkan keterangan para ulama Rijal, seluruh rawi dalam sanad ini adalah bersambung dengan dasar terjadi hubungan guru-murid.

c. Analisis Kualitas Rawi Hadis
Setelah mengakji ketersambungan sanad, berikutnya adalah analisis data kualitas rawi.
Berdasarkan sumber data yang kami dapatkan, terdapat satu rawi yang dla’if (lemah) oleh ulama Rijal (kritikus). Bahkan ada yang menilainya matruk dan munkar. Selain itu juga terdapat satu rawi yang memiliki kebiasaan men-tadlis, namaun pada tingkat ke-2, yaitu tingkatan yang masih ditolerir karena pasti dari orang yang tsiqah. Dengan demikian kebiasaan tersebt tidak berpengaruh pada kualitas hadis.
Selinitu ketersambungan sanad hadis ini juga dapat dibuktikan dengan tahun wafat dan keterangan para ulama mengenai terjadinya hubungan guru-murid secara langsung antar rawi dalam sanad. Sehingga sanad hadis ini muttashil.

c. Analisis Syudzûdz dan ‘Illat Dalam sanad
Berdasarkan hasil penelusuran di atas, Hadis ini memiliki banyak tawabi’. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam sanad hadis tersebut tidak terdapat syudzûdz.
Mengenai ‘illat dalam sanad, meski ditemukan kemungkinan terjadinya tadlis dan irsâl khafiy, namun sampai sejauh ini tidak ditemukan bukti-bukti yang mendkung terjadinya tadlis dan irsal tersebut.
Dengan demikian, insyâ Allah sanad hadis ini bebas dari syadz dan ‘illat.


  1. HUKUM SANAD HADIS
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa sanad hadis ini adalah Dlaif karena ada satu rawi yang matruk, bahkan munkar. Meskipun memiliki syawahid dan mutaba'ah (riwayat pembanding), namun tetap dianggap dlaif karena madâr (link) hadis ini ada pada Hanasy yang dlaif. Wallahu A’lam.



Tabel kesimpulan penelusuran ittishal al-sanad Hadis ke-2:
No
Nama Rawi
Th.
Lahir
Th.
Wafat
Redaksi
Âdâ'
Guru-
murid
Keterangan
(Lain-lain)
Kesimpulan
1
Ibnu Abbas
-
  68 H
(samâ'an)
V
Tidak ada Irsâl
Muttashil
2
Ikrimah
-
104 H
('an'anah)
V
-
Muttashil
3
Hanasy
-
-
('an'anah)
V
-
Muttashil
4
Sulaiman
  46 H
143 H
('an'anah)
V
Mudallis tingkat 2
Muttashil
5
Al-Mu'tamir
97 H
178 H
('an'anah)
V
-
Muttashil
6
Yahya
-
-
Hadatsanâ
V
-
Muttashil

Table Kesimpulan Kualitas Rawi
No.
Kritikus
Nama Rawi
Al-Nasai
Abu Hatim
Al-Dzahabi
Ibnu Hibban
Al-Asqalani
Nilai Akhir
1
Ibnu Abbas
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
Shahâbi
2
Ikrimah
Tsiqah
Tsiqah
Tsiqah
Tsiqah
Tsiqah
Tsiqah
3
Hanasy
matruk
dlaif
Dlaif
-
Matruk,
Dlaif, matruk
4
Sulaiman
Tsiqah
Tsiqah
Ahad al-Sadah
Laziq bay al-tsiqat wa al-dluafa
Tsiqah,Hafidz
Tsiqah
5
Al-Mu'tamir
Tsiqah
Tsiqah,shaduq
Tsabat
Kana Ra'san fil 'ilm mitsla Abihi
Tsiqah
Tsiqah
6
Yahya
La Ba'sa bih
-
-
Tsiqah
Shaduq
Tsiqah

Dari gambaran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadis tersebut adalah Dlaif, karena ada rawi yang dlaif.
.


KRITIK SANAD HADIS III

Teks Hadis
حدثنا أبو بكر بن أبي النضر حدثنا أبو النضر حدثنا أبو عقيل الثقفي عبد الله بن عقيل حدثنا عبد الله بن يزيد حدثني ربيعة بن يزيد وعطية بن قيس عن عطية السعدي وكان من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يبلغ العبد أن يكون من المتقين حتى يدع ما لا بأس به حذرا لما به بأس
Data Biografi Rawi
1.       Abû Bakr bin Abi al-Nadhr.
Nama lengkapnya adalah Abû Bakr bin al-Nadhr bin Abi al-Nadhr Hâsyim bin al-Qâsim al-Kannâni al-Baghdâdi[31]. Begitulah biasanya beliau dipanggil. Beliau tidak memiliki nama panggilan khusus yang dinisbatkan kepada ayah atau anaknya, sebagaimana rawi-rawi yang lain. Hanya saja, seringkali nama beliau dinisbatkan kepada kakeknya langsung (Abu al-Nadhr: Hâsyim bin al-Qâsim al-Baghdâdi), bukan kepada bapaknya. Konon, beliau juga memiliki nama asli Ahmad atau Muhammad.[32] Beliau wafat pada Rajab 245 H di Baghdad[33], sehingga tergolong sebagai pengikut tabi'in (tabi' al-tabi'in).
Di antara para guru beliau adalah al-Aswad bin 'Âmir Syâdzân, Hajjaj bin Muhammad Mushaishi, Syabbabah bin Suwâr, Muhammad bin Qasim al-Asdi, Abu al-Nadhr Hasyim bin al-Qasim, dll.
Beliau juga aktif mwriwayatkan Hadis kepada para muridnya, diantaranya adalah al-Imam Muslim bin al-Hajjaj, al-Tirmidzi, al-Nasai, Abu Bakr Ahmad bin Abi Khaitsamah, Abu Ya'la al-Mushili, dll.
Para ulama rijal memberikan predikat yang bermacam-macam tentang kepribadian beliau. Berikut adalah komentar para ulama rijal tentang beliau:
1.      Al-Dzahabi                     : Tsiqah[34]
2.      Ibnu Hajar al-'Asqalâni  : Tsiqah[35]
3.      Abû Hâtim al-Râzi         : Shadûq[36]
4.      Ibnu Hibban juga menyebutkan nama beliau dalam "al-Tsiqât"

2.      Abu al-Nadhr
Nama lengkap beliau adalah Hasyim bin al-Qasim bin Muslim al-Laitsi al-Baghdadi, Abu al-Nadhr. Gelarnya adalah Qaishar (kaisar) dan berkebangsaan Khurasan, namun lebih dikenal dengan nama panggilannya yaitu Abu al-Nadhr. Beliau ini adalah kakek Abu Bakr bin al-Nadhr, rawi terakhir dalam sanad ini. Beliau lahir pada 134 H dan wafat di Baghdad pada 207 H.
Mengenai gelar kaisar yang disandangnya, terdapat sebuah riwayat yang menceritakan bahwa gelar itu secara tidak sengaja disandang oleh beliau. Beliau sendiri bukanlah termasuk keturunan keluarga kerajaan Romawi. Menurut cerita yang beliau sampaikan sendiri, bahwa gelar kaisar yang ada pada dirinya diperoleh ketika sedang berhadapan dengan pihak kepolisian pemerintahan Harun al-Rasyid. Ketika hendak masuk kamar kecil (toilet), bersamaan dengan itu, masuk waktu shalat Ashar. Khalifah Harun al-Rasyid berpesan kepada petugas adzan agar tidak dikumandangkan iqamah (salat) ashar sebelum beliau keluar. Kemudian Abu al-Nadhr dating dan berkata kepada petugas adzan, "Kenapa tidak dikumandangkan iqamah?" Petugas tersebut menjawab, kami menunggu Abu al-Qasim. Kemudian Abu al-Nadhr berkata, "Segera kumandangkan iqamah!", lalu dikumandangkaah iqamah. Saat datang, Nashr bin Malik langsung menegur petugas karena telah dianggap melalaikan perintah. Kemudian petugas tersebut menjawab bahwa ia diminta untuk segera mengumandangkan iqamah oleh Abu al-Nadhr. Kemudian Nashr menyahutinya lagi, "Ini bukan Hasyim ini adalah kaisar yang menjelma sebagai raja Romawi. Sejak itulah panggilan kaisar itu bertengger pada namanya.
Selama pengembaraannya di Baghdad, beliau pernah berguru langsung kepada Syu'bah bin al-Hajjaj dan meriwayatkan hadis darinya sebanyak empat ribu hadis.
Di antara para guru yang pernah meriwayatkan hadis kepadanya adalah Ibrahim bin Sa'd, Ibrahim bin Abdillah bin al-Harits bin Hathib, Ishaq bin Said al-Qurasyi, 'Ikrimah bin 'Ammar, Abu Aqîl al-Tsaqafi, dll.
Di samping itu, beliau juga memiliki murid yang cukup banyak yang pernah meriwayatkan hadis darinya, di antaranya yaitu: Abu mas'ud Ahmad bin al-Furat al-Razi, Yahya bin Ma'in, Ya'qub bin Syaibah al-Sudusi, Abu Bakr bin Abu al-Nadhr, dll.
Sebagai seorang rawi hadis, tentu beliau tak luput dari sorotan para ulama rijal. Berikut adalah komentar para ulama mengena kepribadian beliau:
1.      Yahya bin Ma'in : tsiqah[37]
2.      al-Dzahabi          : al-Hâfidz, tsiqah, shâhib al-sunnah, dan menjadi kebanggaan masyarakat Baghdad.
3.      al-Darimi            : tsiqah
4.      Demikian halnya Abu Hatim, Ibnu sa'd dan Ali al-Madini juga menyatakan tsiqah.
5.      al-Nasai              : Lâ Ba'sa bih
6.      Ibn Abd al-Barr  : para ulama sepakat bahwa dia adalah rawi yang shadûq
7.      Ibn Hajar            : tsiqat, tsabat[38]
8.      al-Hakim            : Hafidz, tsabat fi al-hadits

3.      Abdullah bin Aqîl al-Tsaqafi
Nama aslinya secara lengkap adalah Abdullah bin Aqil, Abu Aqil al-Tsaqafi al-Kufi. Beliau adalah pendatang kota Baghdad.[39]
Di antara guru-gurunya adalah Abdullah bin Yazid al-Dimasyqi, Abdullah bin Yazid bin Jabir, Umar bin Hamzah al-Umari, Hisyam bin Urwah, dll.
Sedangkan murid-murid beliau di antaranya adalah Suraij bin al-Nu'man al-Jauhari, 'Ashim bin Ali bin 'Ashim, Abdul Aziz bin Bahr al-Baghdadi, Abdullah bin Musa, Abu al-Nadhr Hasyim bin al-Qasim.[40]
Beliau merupakan rawi yang sarat akan kritik. Berbagai pendapat menyatakan bahwa:
1. Yahya bin Main                : Tsiqah
2. Ahmad bin Hanbal           : Tsiqah, shâlih al-Hadits
3. al-Dzahabi                                    : Shaduq[41]
4. Abu Hatim al-Razi                       : Syaikh[42]
5. Abu Daud dan Nasai        : Tsiqah
6. Ibnu Hibban                     : Tsiqah
7. al-Darimi                          : Tsiqah
8. Ibnu Hajar                                    : Shaduq[43]

4.      Abdullah bin Yazid
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Yazid al-Dimasyqi. Tidak ada riwayat yang menceritakan tempat dan tahun lahir dan wafat beliau. Hanya saja, menurut al-Mizzi, beliau adalah seorang rawi yang hidup semasa dengan Tabiib junior. Menurut keterangan para ulama Rijal, Abdullah hanya memiliki dua orang guru yaitu Rabi'ah bin Yazid, dan Athiyah bin Qais yang kebetualan keduanya juga meriwayatkan hadis ini. Sedangkan murid beliau hanya satu yaitu Abu Aqil Abdullah bin Aqil al-Tsaqafi, yang juga meriwayatkan hadis ini darinya.[44] Sehingga satu-satunya cara untuk mengetahui ketersambungan sanad ini adalah dengan menggunakan cara ke tiga, yaitu memakai keterangan pera ulama rijal. Dari keterangan tersebut dapat kita simpulkan bahwa sejauh ini, sanad hadis ini belum terdapat indikasi inqitha'.
Adapun kualitas dan kredibilitas beliau menurut para ulama jarh wa ta'dil adalah sebaga berikut:
1. al-Dzahabi            : Hassana lahu al-Tirmidzi[45]
2. al-Juzjani              : Ahaditsuhu munkarah
3. Ibnu Adi               : Lâ na'rifuhu lahu bihi (tidak mengatahui hal-nya)
4. Ibnu Hajar                        : Dha'if[46]

5.      Rabi'ah bin Yazid
Nama lengkap beliau adalah Rabi'ah bin Yazid al-Dimasyqi Abu Syu'aib al-Iyadi al-Qashir. Menurut keterangan para ulama, beliau wafat pada 121 atau 123 H.
Beliau banyak meriwayatkan Hadis dari Ibnu 'Amr bin al-'Ash, 'Athiyyah al-Sa'idi, Abdul Malik bin Marwan, Abu Utsman, dll.
Laiknya ulama hadis, beliau juga aktif mengajarkan hadis kepa murid-murid beliau yang di antaranya adalah Ja'far bin Rabiah al-Mishri, Muhammad bin Muhajir, Abdullah bin Yazid, al-Walid bin Sulaiman, dll.
Berikut adalah komentar para ulama rijal mengenai beliau:
1. al-Nasai                            : Tsiqah
2. Abu Said bin Yunus         : Rawâ lahu al-Jama'ah (Berarti: Shâlih)
3. Ibnu Hibban                     : Tsiqah
4. al-Dzahabi                                    : Faqihu Ahl Dimasyq
5. Ibnu Sa'd                          : Tsiqah
6. Ibnu Hajar                                    : Tsiqah, Âbid.

6.      Athiyyah bin Qais
Nama lengkapnya adalah Athiyyah bin Qais al-Kilabi (al-Kila'i) Abu Yahya al-Syami al-Himshi. Beliau lahir pada 17 H dan wafat pada 121 H. Beliau adalah teman seperguruan dengan Rabi'ah saat berguru kepada Athiyah al-Saidi (Sahabat Nabi).[47]
Di antara guru beliau adalah para sahabat Nabi yaitu, Ubay bin Ka'b, Athiyah al-Saidi, Ibnu Umar, Abu al-Darda', dll.
Sedangkan murid beliau di antaranya adalah Abu Aqil l-Tsaqafi, Rabi'ah bin Yazid, Sa'id bin Athiyah bin Qais (puteranya).
Berikut adalah komentar para ulama mengenai kepribadian beliau:
1. Ibnu Hajar                        : Tsiqah
2. Ibnu Hibban         : Tsiqah
3. Adapun ulalam lain, seperti al-Nasai, Ibn Ma'in, Abu Hatim dan al-Dzahabi tidak menyebutkan kualitasnya.

7.      ِAthiyyah al-Sa'idi
Nama lengkapnya adalah Athiyyah bin 'Urwah (ada yang mengatakan Athiyyah bin Sa'd) dan ada yang bilang Athiyyah bin 'Amr bin Urwah, dan ada juga yang mengatakan Athiyyah bin 'Amr bin Sa'd, al-Sa'idi. Beliau adalah kakek 'Urwah bin Muhammad, tergolong sebagai sahabat Nabi saw. Beliau tinggal di Syam.
Hadis-hadis riwayat beliau banyak tersebar di beberapa kitab Hadis seperti Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Mâjah.
Sebagaimana laiknya sahabat Nabi, dan sesuai dengan definisi sahabat sendiri, yaitu Orang yang pernah bertemu dan meriwayatkan Hadis dari Nabi saw. maka secara otomastis, di antara guru Athiyyah al-Sa'idi r.a adalah Nabi saw.
Seluruh sahabat Nabi aktif melakukan dakwah baik ke dalam maupun ke luar negeri. Demikian halnya Athiyyah al-Sa'idi r.a, sehingga beliau memiliki banyak murid yang di antaranya adalah Ismail bin Ubaidillah bin Abi al-Mhajir, Rabi'ah bin Yazid al- Dimasyqi, Athiyyah bin Qais, dan Muhammad bin Athiyyah al-Sa'idi (puteranya sendiri).
Mengingat posisinya sebagi sahabat Nabi saw. para ulama Jarh wa Ta'dil tidak mempersoalkan 'adalah-nya. Semua ulama sepakat bahwa al-Shahâbiy kulluhum 'udûl.


Tabel Kesimpulan Analisis Kritik Sanad Hadis

Keterangan
'Adalat Ruwwat wa dlabthuhum
Kesimpulan
Ittishâl
Ittishâl sanad
Nama Rawi
No
Guru-murid
Redaksi âdâ'
Th. Wafat
-
Tsiqah
Muttashil
V
Tahdîts
245 H
Abu Bakr bn Abi al-Nadhr
1
-
Tsiqah
Muttashil
V
Tahdîts
207 H
Abu al-Nadhr
2
-
Tsiqah
Muttashil
V
Tahdîts
Tidak diketahui
Abu Aqil al-Tsaqafi
3
Munkar, Majhûl
Dha'îf
Muttashil
V
'an'anah
Tidak diketahui
Abdullah bin Yazid
4
-
Tsiqah
Muttashil

V
'an'anah
121 H
Rabi'ah bin Yazid
5
-
Tsiqah
121 H
Athiyyah bin Qais
6
-
'Âdil 'ala al-ittifâq
Muttashil
V
Tahdîts
Tidak diketahui
Athiyyah al-Sa'idi
7

Hukum Sanad Hadis:
Dengan demikian, berdasarkan data biografi rawi di atas, Hadis tersebut di atas dengan menggunakan sanad ini hukumnya adalah dha'îf (lemah) karena ada satu rawi yang dianggap dh'aif dengan alasan munkar al-hadits menurut sebagian ulama, dan sebagian yang lain ada yang tidak mengetahuinya, meskipun ada satu rawi yang menganggapnya hasan, yaitu imam al-Tirmidzi.



KRITIK HADIS IV

تهادُوا فإن الهدية تذهب وحر الصدر ولا تحقرن جارة لجارتها ولو شق فرسن شاة

Hasil Penelusuran
Berdasarka hasil penelusuran kami di al-Kutub al-Sittah, hadis ini terdapat dalam satu tempat, yaitu sunan al-Tirmidzi saja.[48] Hanya saja hadis ini ada di luar kitab enam tersebut sebagaimana akan kami sebutkan nanti.
حدثنا أزهر بن مروان البصري حدثنا محمد بن سواء حدثنا أبو معشر عن سعيد عن أبي هريرة : عن النبي صلى الله عليه وسلم قال {تهادُوا فإن الهدية تذهب وحر الصدر ولا تحقرن جارة لجارتها ولو شق فرسن شاة}.

Selain itu, hadis ini juga terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal:[49]
حَدَّثَنَا خَلَفٌ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو مَعْشَرٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {تَهَادُوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَغَرَ الصَّدْرِ}.

Di luar kitab enam dalam bidang hadis, hadis ini terdapat dalam Musnad al-Syihab karya al-Qudha'i:[50]
أخبرنا أبو محمد عبد الرحمن بن معمر المعدل أنبأنا أبو الطيب الحسن بن محمد الرياشي ثنا أحمد بن يحيى بن حيان ثنا يحيى بن بكير ثنا الليث عن أبي معشر عن سعيد بن أبي سعيد عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :{ تهادُوا فإن الهدية تذهب وحر الصدر}.

















Skema Sanad
Rasulullah Saw
Abu Hurairah
Sa'd bin Abi Said
Abu Masy'ar
Muhammad. Sawad
Al-Tirmidzi
Al-Laits

Al-Khalaf
Azhar bin Marwan
Yahya b. Bkair
Ahmad b Yahya b Hayyan
Abu al-Thayib al-Hasan
Al-Qudha'i
Ahmad b Hanbal
Abu Muhammad Abdurrahman
 



















































Penelitian Kualitas Sanad Hadis IV
1. Abu Hurairah



2. Sa'd bin Abi Sa'd



3. Abu Masy'ar



4. Muhammad bin Sawad



5. Azhar bin Marwan



            TAMBAH HADIS TENTANG EMAS BAGI LELAKI DAN HADIS TENTANG TALQIN SETELAH DAFN




[1] Abu Isa bin Surah al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Kairo: Dar al-Hadits, 2005), juz V, h. 81
[2] Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), juz I, h. 131
[3] Ibnu Majah al-Qazwini, Sunan Ibn Mâjah, (Beirut: Dar al-Fikr, 2004), juz II, h. 319
[4]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ al-Rijâl, (Beirut: Darul Fikr, 1994), vol. 14, h. 451; Lihat juga: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut: Darul Fikr, 1995), cet. II, vol. 6, h. 281.
[5]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl…, vol. 14, h. 265.
[6]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 14, h. 270.
[7]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. vol. 14, h. 268. lihat juga: al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 6, h. 173.
[8]  Mudallis tingkat 3 (tiga), yaitu golongan Mudallis yang seringkali melakukan tadlîs. Karenanya, para muhaddis tidak berhujjah dengan hadis yang mereka riwayatkan kecuali jika menggunakan sighat samâ’ atau tahdîts dalam menyampaikan riwayat, seperti haddatsana, Akhbarana, Sami’tu, dsb. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336. Ibnu Ma’in menyebutkan bahwa ia menjadi mudallis setelah berusia lanjut dan terkena pikun. Lihat: Ibnu Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 8, h. 65
[9]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 8, h. 106.
[10]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 8, h. 109
[11]  Mudallis tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah para imam dalam bidang Hadis yang tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis. Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13 dan 254. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336.
[12]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 5, h. 60-62.
[13]  Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 2, h. 378.
[14]  Mudallis tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah para imam dalam bidang Hadis yang tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis. Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336.
[15]  Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 7, h. 363.
[16] Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Kairo: Darul Hadis, 1999), vol. 1, h. 364.
[17] Al-Bayhaqi, Sunan al-Abyhaqi al-Kubra, (Makkah: Darul Baz, 1994), vol. 3, h. 169.
[18] Al-Naysaburi, al-Mustadrak 'ala al-Shahihayn, (Beirut: Darul Kutub, 1990), vol. 1, h. 409.
[19]Lihat Al-Mizzy, Tahdzib Al-Kamal, hal.154/15, Abu hatim al-Razy, Jarh wa Ta'dil, hal. 116/5, Ibnu Hajar al-'Asqolany, Al-Ishobah Fi Tamyiz Al-Shohabah, (Dar al-Jail : Bairut) cet. Pertama, hal. 152/4.
                [20]Lihat, Al-Dzahabi, Tazdkirah Al-Huffazh, hal. 40/1.
[21]   Jalal al-Din al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi, (Beirut: Darul Fikr, 2006), h. 377.
[22] 
[23]  Pendapat serupa juga muncul dari Ahmad bin Hamnbal, Ibnu Rahawayh, dan Abu Tsaur. Lihat al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, vol. 20, h. 266.
[24]  Al-‘Asqalaniy, Lisan al-Mizan, (Beirut: Muassasah al-A’lami lil Mathbû’at, 1986), vol. 7, h. 198.
[25]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. vol. 4, h. 518. lihat juga: al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 3, h. 145.
[26]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 8, h. 71; lihat juga Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 4, h. 176.
[27]  Mudallis tingkat 2 (dua), Para Muhaddis menganggapnya tidak masalah dan hadisnya tetap bias dipakai sebagai hujjah karena yang masuk dalam kategori ke dua ini adalah para imam dalam bidang Hadis yang tidak mungkin sembarangan melakukan tadlis. Di samping itu kelompok ke dua ini jarang sekali melakukan tadlis dan jika ber-tadlis hanya dari rawi-rawi yang tsiqah saja. Lihat: Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs Bi Marâtib al-Mawshûfîn Bi al-Tadlîs, tahqîq: ‘Âshim bin Abdullah, (Suriah: Dar al-Rasyid, 1986), h. 13 dan 254. Lihat juga: Abdullah bin Muhammad al-Anshari, Thabaqât al-Mudallisîn bi Ashbihân wa al-Wâridîna ‘alayhâ, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1992), vol. 2, h. 336.
[28]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl …, vol. 8, h. 73.
[29]  Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 2, h. 378.
[30]  Al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol. 18, h. 243-245.
[31]  Yûsuf bin al-Zaki Abdurrahman Abu al-Hajjaj al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, (Beirut; Muassasah al-Risalah, 1980), vol. 21, hlm. 110. Lihat juga, al-Khathîb al-Baghdâdi, Târîkh Baghdâd, (Beirut; Dar al-Kutub al-Ilmiyah, tt), vol. 13, hlm. 386.
[32]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, vol. 21, hlm. 110. Lihat juga al-'Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut, Daru al-KUtub, 1989), vol. 12, hlm. 43.
[33]  al-Khathîb al-Baghdâdi, Târîkh Baghdâd, vol. 13, hlm. 386
[34]  Al-Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala', (Beirut Muassasah al-Risalah, 1990), vol. 8, hlm. 108.
[35]  Al-'Asqalani, Taqrib al-Tahdzib, (Beirut; Darul Kutub, 1989), vol. 2, hlm. 231., Tahdzib al-Tahdzib, vol. 10, hlm. 119.
[36] Abdurrahman bin Abi Hatim al-Razi, al-Jarh wa al-Ta'dil, (Beirut; Dar Iya al-Turats al-'Arabi, 1952), vol. 9, hlm. 345.
[37]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, vol. 19, hlm. 214. Lihat juga al-'Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut, Daru al-Kutub, 1989), vol. 19, hlm. 110.
[38]  Al-'Asqalani, Taqrib al-Tahdzib, (Beirut; Darul Kutub, 1989), vol. 1, hlm. 341
[39]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, vol. 10, hlm. 346. Lihat juga al-'Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut, Daru al-KUtub, 1989), vol. ,6 hlm. 251.
[40]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, vol. 10, hlm. 347. Lihat juga al-'Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut, Daru al-KUtub, 1989), vol. ,6 hlm. 252.
[41]  Al-Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala, vol. 9, hlm. 324.
[42]  Ibn Abi Hatim al-Razi, al-Jarh wa al-Ta'dil, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1991), vol. 3, hlm. 239.
[43]  Al-'Asqalani, Taqrib al-Tahdzib, (Beirut; Darul Kutub, 1989), vol. 1, hlm. 125.
[44]  Al-'Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, (Beirut; Darul Kutub, 1989), vol. 6, hlm. 82.
[45]  Al-Dzahabi, Siyar A'lam al-Nubala, vol. 12, hlm. 25.
[46]  Al-'Asqalani, Taqrib al-Tahdzib, (Beirut; Darul Kutub, 1989), vol. 1, hlm. 330.
[47]  Al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, vol. 12, hlm. 36. Lihat juga al-'Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Beirut, Daru al-KUtub, 1989), vol. ,4 hlm. 21.
[48] Al-Tirmidzi, Sunan al-tirmidzi, juz IV, h. 49
[49] Ahmad bin Hanbal al-Syaibani, Musnad al-Imam Ahmad, (Kairo: Muassasah Qurthubah, 2005), juz II, h. 405
[50] Abu Abdillah al-Qudha'I, Musnad al-Syihab, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1986), juz I, h. 380